Sabtu, 22 November 2014

Peran Media Cetak



A. Peran Media Cetak
1. Proses Produksi Media Cetak
Dalam pembahasan ini akan dijelaskan proses tahapan produksi beberapa media cetak yang sering digunakan dalam program bimbingan konseling islam. Beberapa media cetak tersebut dalam aplikasinya dapat diterapkan dalam berbagai setting yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Adapun media yang akan dibahas: poster dan media cetak internal (buletin, newsletter, majalah dan tabloid).
a. Poster
1). Pengertian poster dan perkembangannya
Poster menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 890) adalah plakat yang dipasang di tempat umum (berupa pengumuman atau iklan). Menurut Dictionary of American English (2002: 1193) poster is a large sheet of paper, usually with a picture and writing, publicity announcing some event: political worker put up posters around town with their candidate’s name and picture on it. Berdasarkan makna leksikal di atas, dapat disimpulkan bahwa poster mengandung pengertian sebagai plakat (media pengumuman) yang dipasang di tempat umum, dan umumnya berukuran besar, memuat tulisan dan gambar yang bertujuan mengenalkan atau mempromosikan sesuatu.
Di lihat dari tujuannya, menurut Putra (2007: 61) poster adalah media cetak yang di satu pihak merupakan produk kehumasan (publicity announcing some event), namun dipihak lain juga merupakan produk bisnis atau komoditas (berupa iklan). Beda antara keduanya kadang sangat tipis, namun sebenarnya disparitas antara produk kehumasan dan produk bisnis bisa saja dibuat jelas dan tegas, sesuai dengan tujuannya. Poster sebagai produk humas dirancang untuk mengkomunikasikan atau menjelaskan sesuatu kepada audiens, tanpa adanya tendensi bisnis atau komersil. Sedangkan poster sebagai produk bisnis dengan sengaja dan secara strategi dirancang untuk tujuan bisnis, untuk mendapatkan keuntungan atau untuk mengkomunikasikan suatu produk, atau perusahaan, agar khalayak sadar, dan akhirnya mengkonsumsi, atau membeli suatu produk yang dikomunikasikan melalui poster tersebut.
Tidak ada yang tahu pasti kapan poster untuk pertama kalinya diproduksi dan dipasang, juga tidak ditemukan catatan, kapan pertama kali diproduksi, apakah jenis poster kehumasan ataukah bisnis. Akan tetapi dilihat dari sisi kreatif dan medianya, poster adalah pengembangan tulisan di dinding gua yang sudah lebih dahulu maju dan modern, dengan menggunakan teknik tinggi yang lebih beradab. Tokoh reformator abad 15, Martin Luther yang tercatat sebagai pengguna media cetak poster dengan exposure paling dahsyat. Karena merasa keberatan atas praktik tertentu dari gereja katolik (Paus Leo X) Luther menuliskan keberatan-keberatannya (yang dikenal dengan 95 dalil atau keberatan Luther yang ditulis dalam huruf Latin), lalu menempelkannya di depan pintu gereja Wittenberg, Jerman. Banyak jemaat melihat, lalu terprovokasi oleh isi dan pesan dalam poster itu. Mereka yang belum sadar, akhirnya bertindak. Di sinilah letak keberhasilan poster, ketika sanggup menggiring orang yang semula belum sadar sampai pada orang tersebut bertindak. Dalam tempo dua minggu setelah dalil ditempelkan Luther, pengaruh pikiran Luther tersebar di seluruh Eropa. Akhirnya, mendunia. Serta Luther menarik banyak simpati, karena memprotes Paus, maka Luther dan pengikutnya dijuluki sebagai “protestan”, dan pahamnya disebut “Protestanisme”. Terlepas dari protes, ada satu pelajaran yang perlu dipetik dari pemasangan poster oleh Luther; bahwa poster memiliki power, exposure, dan daya yang luar biasa dalam mempengaruhi publik untuk bertindak. Tidak lama setelah itu, di serambi dan pintu-pintu masuk setiap tempat ibadahpun dipasang semacam poster. Di tempat ibadah orang Yahudi, Sinagoga, semacam poster itu disebut “Anales”, mirip majalah dinding sekarang. Di masjid-masjid juga ditemukannya poster (Putra, 2007: 62).
2). Proses Kreatif Pembuatan Poster
Menurut Putra (2007: 65) poster bukan hanya dilihat dari hasil akhirnya saja, karena di dalam poster terdapat banyak hal, termasuk unsur kreatif, komunikatif dampak (media exposure), audiens, setting, ukuran, biaya, sampai pada indikator keberhasilan sebuah poster. Semua mata rantai dari proses kreatif (dari ide kosong), sampai pada hasil atau tujuan (dampak) pembuatannya. Mata rantai itu (dalam dunia industri dinamakan suply chain, yakni proses kreatif poster dari hulu hingga exposure-nya (hilir). Adapun tahap-tahap membuat poster menurut Putra (2007: 66-70) antara lain:
a. Menetapkan sasaran target, berarti berkaitan dengan tujuan poster. Apa yang hendak disasarkan oleh poster agar khalayak mengetahuI dan sadar akan eksistensi produk atau organisasi anda? Ataukah ada tujuan yang jauh lebih dari itu, yakni menginginkan adanya perubahan sikap dari khalayak setelah membaca poster anda?.
b. Menetapkan waktu, berapa lama anda menggunakan poster untuk tujuan tertentu, Seminggu?, Dua minggu, sebulan?, atau berapa lama. Rencana pemasangan poster berikut exposure dan hasil yang diharapkan, haruslah berada dalam kurun waktu tertentu. Selama kurun waktu yang ditetapkan haruslah diketahui dengan kriteria dan alat pengukuran efisiensi dan efektifitasnya. Evaluasi atas efektifitas dan dampak exposurenya, dijadikan sebagai titik tolak dalam pengambilan keputusan: Apakah perlu dilakukan kembali pemasangan atau sekuel. Perlukah mengalihkan sasaran? Perlukah mengubah kreatif poster? Ataukah perlu media cetak lain sebagai pengganti poster, karena demografi (atau perilaku) khalayak lebih tepat dengan media lain. Jadi keberhasilan poster harus bisa diukur dalam frame waktu, agar dapat diketahui apakah poster mencapai sasarannya.
c. Menetapkan dan mengontrol anggaran, rencana angaran poster dapat disusun mulai dari naskah sampai pendistribuasiannya sehingga bisa jelas “biaya produksi dan distribusi langsung”. Total biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan efektivitas (hasil guna) poster, akan memberikan gambaran mengenai cost dan benefit poster tersebut. Jika antara cost dan benefit berbanding lurus atau bahkan lebih tinggi benefit, maka poster dikatakan berhasil.
d. Rancang dan buatlah promosinya, poster biasanya hanya terdiri atas satu muka saja. Tulisan tidak banyak, bahkan sering antara tulisan dan ilustrasi menyatu, membuat keduanya saling mendukung, sehingga menghasilkan daya yang kuat. Antara tulisan dan ilustrasi harus ada saling kait, minimal ilustrasi berfungsi menarik minat dan memancing atau menggiring orang membaca tulisan. Misalnya gambar atau ilustrasi remaja perempuan dan laki-laki dalam promosi pendidikan seks sejak dini. Adakah keterkaitan antara produk, tulisan dan ilustrasi di dalamnya?.
Dalam kreativitas membuat poster menurut Putra (2007: 70-72) dikenal adanya tiga pendekatan, yaitu:
a. Dogmatis, maksudnya bahwa apa yang hendak disampaikan dalam poster kepada audiens, kita yakini sebagai kebenaran yang mutlak, tidak terbantahkan. Untuk itu, haruslah ada persuasi-persuasi yang meyakinkan bahwa klaim yang bersifat dogmatis itu benar adanya. Misalnya, produk kami terdepan di kelasnya, kecap nomor satu di dunia, membuat anda percaya diri, daerah wajib senyum dan lain sebagainya.
b. Selain dogmatis, dapat juga menggunakan sisi lain dari kreatif naskah dengan menjelaskan (reason why) produk anda, berikut manfaatnya. Kalau perlu sajikan sejumlah bukti atau pengalaman orang yang yang pernah merasakan produk anda. Publik figure yang sudah dikenal dapat dijadikan ikon yang memberi kesaksian. Misalnya, anda malu bertemu orang lain karena kurang PD? Ikutilah pelatihan memaksimalkan potensi dan meminimalkan kelemahan diri.
c. Pendekatan kreatif lain, kita dapat mengambil ilustrasi / foto, gambar / kartun yang menonjolkan daya tarik. Hal ini audiens tergiring dan tertarik untuk membaca, dan akhirnya menyikapi perlu adanya daya tarik untuk itu. Ada dua daya tarik (appeal): yaitu (1) appeal menyenangkan, seperti ilustrasi kaki wanita pada poster handphone. (2) fear appeal (daya tarik yang menggelisahkan), misalnya ilustrasi pecandu narkoba pada poster anti narkoba.
3). Cetak dan Distribusi
Mencetak poster dapat memilih percetakan kecil kalau jumlah produksinya tidak banyak. Pilihlah percetakan yang hasil cetakannya bagus, biaya terjangkau dan tepat waktu. Untuk menjangkau khalayak yang jadi sasaran. Usahakanlah sasaran benar-benar efektif yang sesuai dengan target. Pemasangan juga memperhatikan faktor demografi (karakteristik populasi yang berkaitan dengan ukuran, pertumbuhan, kepadatan, dan distribusi). Format, secara teknis, ukuran atau format poster yang lazimnya dipakai minimal ukuran A-3, atau bisa lebih besar (A-2, A-1, dan A-0) tergantung dimana poster itu akan dipasang, disesuaikan dengan tempat pemasangannya (Putra, 2007: 73).
4). Daftar Check List Untuk Evaluasi
Adapun hal-hal yang perlu dievaluasi dalam pembuatan poster menurut Putra (2007: 77-78) meliputi nama produser, perusahaan atau perorangan, penanggungjawab, anggaran yang diajukan dan yang disetujui, dibuat tanggal/bulan/tahun, target selesai, dan diedarkan kapan. Kemudian cek kreatif, meliputi: audiens, tujuan, fokus headline, fokus subheadline, penulis naskah, desainer, typesetter, dan fotografer. Selain itu, ada juga cek mekanis, meliputi: film, format/ukuran, full colors, logo, alamat, cetak, pengiriman ke pemesan, dan distribusi.

b. Media Cetak Internal
1. Pengertian Beberapa Media Cetak Internal
a).  Buletin, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 174) buletin adalah media cetak berupa selebaran atau majalah, berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan secara periodik oleh suatu organisasi atau lembaga untuk kelompok profesi tertentu. Sedangkan menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (2003: 157) bulletin is a short newspaper printed by an organization. Sebagaimana halnya media komunikasi lain, buletin bertujuan sebagai media komunikasi antarkomunitas yang terbatas. Meskipun terbatas, sering audiensnya cukup besar. Bahkan di sebuah perusahaan holding company audiensnya bisa mencapai belasan ribu. Untuk menjangkau dan berkomunikasi satu sama lain, diperlukan media, dan buletin diterbitkan sebagai media komunikasi yang dimaksud (Putra, 2007: 88).
b). Newsletter, adalah majalah sederhana yang umumnya menggunakan kertas HVS hitam putih dan berwarna, atau kertas berkualitas baik. Ukuran kertas yang digunakan biasanya A4 (297 mm x 210 mm), atau sedikit lebih kecil. Jumlah halaman berkisar antara 4-12 atau lebih. Berisi informasi ringkas seputar kegiatan-kegiatan internal organisasi atau perusahaan seperti sekolah, dalam periode (misalnya bulan) tertentu, dan biasanya diproduksi tanpa foto. Jumlah cetakan (tiras) bisa 500 hingga 1000 eksemplar, tergantung kebutuhan dan jumlah audiens. Tuntutan kerja produk newsletter pada pengelolaanya relatif tidak serumit majalah. Karena, meskipun ukuran besar A4, yang penting ada berita ditulis, dan bisa atau cukup hitam putih. Jadi, newsletter lebih mudah dan lebih cepat diproduksi dengan ongkos produksi lebih rendah tentunya. Cetakan pun dapat sederhana dengan mesin cetak kecil serta dapat dijilid atau bisa juga tidak, kadang ada yang perlu distaples kalau jumlah halamannya hanya 2-4 lembar bolak-balik (Muntaha, 2009: 39).
c). Majalah, majalah sederhana adalah warna hitam putih, dengan isi dilengkapi dengan foto dan ilustrasi. Majalah biasanya menggunakan kertas HVS. Namun ada juga yang menggunakan kertas koran, dengan cover fullcolor. Majalah ada yang berukuran besar dan kecil. Ukuran besar menggunkan kertas ukuran A4 (297 mm 210 mm), atau sedikit lebih lebar. Adapun majalah yang menggunakan ukuran lebih kecil intisari contohnya. Kertas yang digunakan berukuran separuhnya (15 cm x 22 cm). Sampul majalah banyak menggunakan kertas yang lebih tebal dan lebih baik daripada halaman dalamnya. Majalah untuk media internal seperti di sekolah jumlah halaman sekitar 16-24 atau lebih. Majalah dapat memuat tulisan yang lebih banyak dan panjang dengan pembagian kolom menjadi 2-4 (Muntaha, 2009: 34).
d). Tabloid, tabloid kebanyakan menggunakan kertas koran, dengan ukuran kertas yang digunakan sekitar setengah kali ukuran kertas koran (29 cm x 38 cm). Sampul tabloid umumnya juga menggunakan jenis kertas yang sama dengan jenis kertas yang digunakan pada halaman dalam. Penataan perwajahan tabloid merupakan perpaduan antara desin yang ditetapkan pada majalah dan surat kabar. Halaman tabloid biasanya dibagi atas 3-5 kolom. Tabloid umumnya tidak dijilid. Jadi satu edisi dapat dibaca bersama-sama oleh beberapa orang, masing-masing satu lembar tepisah. Untuk media sekolah, jumlah halaman tabloid yang biasanya 8 -16 halaman Muntaha (2009: 34).
2. Pengelolaan Media Cetak Internal (Buletin, Newsletter, Majalah, dan Tabloid)
Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan menurut Putra (2007: 89-91), seperti di bawah ini.
a). Mengenali tujuan atau misi, biasanya organisasi atau perusahaan yang mapan sudah memajang misi tersebut di setiap ruang publik, lobi kantor, dan ruang pimpinan. Oleh sebab itu pengelola hendaknya selalu memperhatikan misi, visi, dan strategi perusahaan atau organisasi. Selain itu, perlu juga memperhatikan berbagai hal tentang organisasi atau perusahan, dan sekolah sampai hal ihwal seputar organisasi seperti sekolah atau perusahaan yang bersangkutan.
b). Mengenali audiens, menu-menu yang disajikan haruslah menu yang spesifik, yakni menu yang memang mengandung unsur-unsur kedekatan (proximity) dengan mereka. Jika tidak, maka media itu akan ditinggalkan, dan tujuan diterbitkannya tidak tercapai.
c). Sajian menu yang relevan dan bervariasi, rubrik yang harus ada dalam media internal seperti (buletin, newsletter, tabloit dan majalah) yang disebut rubrik tetap, antara lain: Editorial atau catatan redaksi, surat pembaca, liputan utama atau fokus utama, ihwal atau berita seputar organisasi atau perusahaan, opini, dan fiksi (cerpen, puisi, karikatur, dan sebagainya). Rubrik lain, seperti resensi buku, resensi film atau sinetron, sejarah tokoh dalam organisasi atau perusahaan, catatan atau informasi penting dari pimpinan, percik pengalaman karyawan atau anggota organisasi, dan varia, misalnya berita HUT karyawan, pengangkatan, perkawinan atau berita kelahiran.
3. Organisasi atau pengelola dan uraian tugas
Organisasi pengelolaan media cetak internal yang ideal menurut (Putra, 2007:92-95), dapat memuat beberapa hal seperti yang tersebut di bawah ini: pelindung, pemimpin umum, wakil pemimpin umum, pemimpin redaksi (karyawan yang cakap), redaktur pelaksana, staf redaksi, redaksi (biasanya wartawan yang mencari berita), sekretaris redaksi, bagian pracetak atau produksi, artistik sering juga disebut redaksi artistik, dan tata usaha atau iklan. Alur kerja manajemen media cetak internal tidak perlu dibuat rumit, pekerjaan dapat saja dilakukan oleh satu orang dengan pekerjaan rangkap atau ganda, asalkan semuanya dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan masing-masing penangung jawab bidang yang sudah ditunjuk. Oleh sebab itu pengelola hendaknya memikirkan dan bekerja secara cermat agar media cetak internal tidak menyimpang dari misinya.
4. Format media cetak internal dan penerbitan
Jumlah halaman harus disesuaikan dengan kelipatan kertas. Paling ideal jumlahnya adalah 8, 16, 24, 32, 48, 56, atau 64. Jumlah ini sesuai dengan kelipatan kertas, sehingga ketebalannya menjadi efektif dan ekonomis. Tidak ada keseragaman format, akan tetapi umumnya ada lima, yaitu: 13 x 20 cm, 14 x 21 cm, 15 x 23 cm, 17 x 22,5 cm, dan 22 x 28,5 cm. Kelima format tersebut dianjurkan, karena efektif dan ekonomis. Format pertama bagus jika media diset hanya satu kolom. Format 2 – 4 dapat diset dua kolom, sedangkan format 5 dapat diset 3 kolom. Penentuan formatpun perlu pertimbangan selera pembaca juga (Putra, 2007: 96). Jika harus terbit mingguan, atau dwimingguan itu juga tergantung pada kebutuhan dan kondisi keuangan (Putra, 2007: 96). Usahakanlah waktu terbit itu konstan atau tetap. Misalnya, media cetak internal bulanan yang ditentukan terbit setiap minggu pertama. Jika jadwal terbit sudah ditentukan, maka proses kerjanya dapat dibakukan menjadi standar kerja. Patokannya media tersebut terbit tiap minggu pertama dalam bulan, sehingga proses pengerjaan media cetak internal dapat ditarik mundur ke belakang (Putra, 2007: 97).





2. Peran Media Cetak dalam Program Bimbingan Konseling Islam
Poster dalam aplikasi program layanan bimbingan konseling berperan sebagai “Poster Pendidikan” yang menawarkan nilai bukan produk. Sebagai media pendidikan poster memiliki nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam isi pesan yang disampaikan. Nilai-nilai pendidikan tersebut antara lain mendidik, mengarahkan, membimbing dan membantu pemahaman siapa saja yang melihat dan membaca poster tersebut. Dengan nilai-nilai pendidikan yang ditawarkan oleh sebuah poster, maka sudah tentu hal itu akan mempermudah proses sebuah program bimbingan konseling di manapun, untuk siapapun di lakukan. Bagaimana sebuah poster dapat mendukung program bimbingan konseling?, berikut penjelasannya: Setelah tujuan dan sasaran program bimbingan konseling islam ditentukan, maka kemudian dapat dirancang sebuah poster yang dapat menjadi media untuk menyampaikan program tersebut. Misalnya tujuan program menjaga kebersihan sekolah. Maka dapat dibuat poster-poster yang menggugah kesadaran siswa untuk menjaga kebersihan, dengan membuang sampah pada tempatnya, dan selalu membersihkan ruang belajarnya. Karena sifat poster relatif lebih lama bertahan daripada media lainnya, maka poster dapat dibuat semi permanen dengan media yang lebih tahan lama. Misalnya dibuat pada media kayu dengan cat minyak, atau seng. Sehingga untuk menyampaikan program-program bimbingan konseling, seperti daftar alokasi rencana belajar selama satu semester dapat dibuat.
Adapun keempat media cetak internal yang telah dijelaskan sebelumnya, juga merupakan media yang sangat efektif untuk membantu program bimbingan konseling islam. Baik yang berkaitan dengan isi menu yang ditawarkan dalam media tersebut, maupun dengan wujud dari produksi media itu sendiri, sebagai media yang dapat membantu dalam bimbingan karir di sekolah misalnya. Karena jika sebuah sekolah memiliki media internal semacam ini, tentunya akan memacu kreativitas siswa-siswinya, serta menambah pengetahuan dan wawasan tentang hurnalistik khususnya, serta pengetahuan lainnya pada umumnya. Media cetak internal yang dikembangkan sebuah sekolah dapat menjadi ajang komunkasi antar siswa dan guru, serta kebijakan pendidikan. Dan menjadi media kreativitas dan pembelajaran, serta media terapi bagi permasalahan yang dihadapi siswa-siswinya. Karena melalui media ini kita dapat menghadirkan profile-profil sosok ideal yang inspiratif untuk dapat menjadi teladan bagi siswa-siswi di sekolah tersebut. Konselor bimbingan konseling di sekolah yang memiliki media cetak internal ini, juga lebih leluasa dan efisien dalam menyampaikan program-programnya, melalui menu-menu yang dihadirkan dalam media cetak internal tersebut.