A.
Peran Media Cetak
1. Proses
Produksi Media Cetak
Dalam pembahasan ini akan
dijelaskan proses tahapan produksi beberapa media cetak yang sering digunakan
dalam program bimbingan konseling islam. Beberapa media cetak tersebut dalam
aplikasinya dapat diterapkan dalam berbagai setting
yang berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Adapun media yang akan dibahas:
poster dan media cetak internal (buletin, newsletter,
majalah dan tabloid).
a. Poster
1).
Pengertian poster dan perkembangannya
Poster menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2002: 890) adalah plakat yang dipasang di tempat umum (berupa
pengumuman atau iklan). Menurut Dictionary
of American English (2002: 1193) poster
is a large sheet of paper, usually with a picture and writing, publicity
announcing some event: political worker put up posters around town with their
candidate’s name and picture on it. Berdasarkan makna leksikal di atas,
dapat disimpulkan bahwa poster mengandung pengertian sebagai plakat (media
pengumuman) yang dipasang di tempat umum, dan umumnya berukuran besar, memuat
tulisan dan gambar yang bertujuan mengenalkan atau mempromosikan sesuatu.
Di lihat dari tujuannya,
menurut Putra (2007: 61) poster adalah media cetak yang di satu pihak merupakan
produk kehumasan (publicity announcing
some event), namun dipihak lain juga merupakan produk bisnis atau komoditas
(berupa iklan). Beda antara keduanya kadang sangat tipis, namun sebenarnya
disparitas antara produk kehumasan dan produk bisnis bisa saja dibuat jelas dan
tegas, sesuai dengan tujuannya. Poster sebagai produk humas dirancang untuk
mengkomunikasikan atau menjelaskan sesuatu kepada audiens, tanpa adanya
tendensi bisnis atau komersil. Sedangkan poster sebagai produk bisnis dengan
sengaja dan secara strategi dirancang untuk tujuan bisnis, untuk mendapatkan
keuntungan atau untuk mengkomunikasikan suatu produk, atau perusahaan, agar
khalayak sadar, dan akhirnya mengkonsumsi, atau membeli suatu produk yang
dikomunikasikan melalui poster tersebut.
Tidak ada yang tahu pasti kapan
poster untuk pertama kalinya diproduksi dan dipasang, juga tidak ditemukan
catatan, kapan pertama kali diproduksi, apakah jenis poster kehumasan ataukah
bisnis. Akan tetapi dilihat dari sisi kreatif dan medianya, poster adalah
pengembangan tulisan di dinding gua yang sudah lebih dahulu maju dan modern,
dengan menggunakan teknik tinggi yang lebih beradab. Tokoh reformator abad 15,
Martin Luther yang tercatat sebagai pengguna media cetak poster dengan exposure paling dahsyat. Karena merasa
keberatan atas praktik tertentu dari gereja katolik (Paus Leo X) Luther
menuliskan keberatan-keberatannya (yang dikenal dengan 95 dalil atau keberatan
Luther yang ditulis dalam huruf Latin), lalu menempelkannya di depan pintu
gereja Wittenberg, Jerman. Banyak jemaat melihat, lalu terprovokasi oleh isi
dan pesan dalam poster itu. Mereka yang belum sadar, akhirnya bertindak. Di
sinilah letak keberhasilan poster, ketika sanggup menggiring orang yang semula
belum sadar sampai pada orang tersebut bertindak. Dalam tempo dua minggu
setelah dalil ditempelkan Luther, pengaruh pikiran Luther tersebar di seluruh
Eropa. Akhirnya, mendunia. Serta Luther menarik banyak simpati, karena
memprotes Paus, maka Luther dan pengikutnya dijuluki sebagai “protestan”, dan pahamnya disebut “Protestanisme”. Terlepas dari protes,
ada satu pelajaran yang perlu dipetik dari pemasangan poster oleh Luther; bahwa
poster memiliki power, exposure, dan
daya yang luar biasa dalam mempengaruhi publik untuk bertindak. Tidak lama
setelah itu, di serambi dan pintu-pintu masuk setiap tempat ibadahpun dipasang
semacam poster. Di tempat ibadah orang Yahudi, Sinagoga, semacam poster itu
disebut “Anales”, mirip majalah dinding sekarang. Di masjid-masjid juga
ditemukannya poster (Putra, 2007: 62).
2).
Proses Kreatif Pembuatan Poster
Menurut Putra (2007: 65) poster
bukan hanya dilihat dari hasil akhirnya saja, karena di dalam poster terdapat
banyak hal, termasuk unsur kreatif, komunikatif dampak (media exposure), audiens, setting,
ukuran, biaya, sampai pada indikator keberhasilan sebuah poster. Semua mata
rantai dari proses kreatif (dari ide kosong), sampai pada hasil atau tujuan
(dampak) pembuatannya. Mata rantai itu (dalam dunia industri dinamakan suply chain, yakni proses kreatif poster
dari hulu hingga exposure-nya
(hilir). Adapun tahap-tahap membuat poster menurut Putra (2007: 66-70) antara
lain:
a. Menetapkan sasaran target, berarti berkaitan
dengan tujuan poster. Apa yang hendak disasarkan oleh poster agar khalayak
mengetahuI dan sadar akan eksistensi produk atau organisasi anda? Ataukah ada
tujuan yang jauh lebih dari itu, yakni menginginkan adanya perubahan sikap dari
khalayak setelah membaca poster anda?.
b. Menetapkan waktu, berapa lama anda menggunakan
poster untuk tujuan tertentu, Seminggu?, Dua minggu, sebulan?, atau berapa
lama. Rencana pemasangan poster berikut exposure
dan hasil yang diharapkan, haruslah berada dalam kurun waktu tertentu. Selama
kurun waktu yang ditetapkan haruslah diketahui dengan kriteria dan alat
pengukuran efisiensi dan efektifitasnya. Evaluasi atas efektifitas dan dampak
exposurenya, dijadikan sebagai titik tolak dalam pengambilan keputusan: Apakah
perlu dilakukan kembali pemasangan atau sekuel. Perlukah mengalihkan sasaran?
Perlukah mengubah kreatif poster? Ataukah perlu media cetak lain sebagai
pengganti poster, karena demografi (atau perilaku) khalayak lebih tepat dengan
media lain. Jadi keberhasilan poster harus bisa diukur dalam frame waktu, agar
dapat diketahui apakah poster mencapai sasarannya.
c. Menetapkan dan mengontrol anggaran, rencana
angaran poster dapat disusun mulai dari naskah sampai pendistribuasiannya
sehingga bisa jelas “biaya produksi dan distribusi langsung”. Total biaya yang
dikeluarkan dibandingkan dengan efektivitas (hasil guna) poster, akan
memberikan gambaran mengenai cost dan
benefit poster tersebut. Jika antara cost dan benefit berbanding lurus atau bahkan lebih tinggi benefit, maka poster dikatakan berhasil.
d. Rancang dan buatlah promosinya, poster biasanya
hanya terdiri atas satu muka saja. Tulisan tidak banyak, bahkan sering antara
tulisan dan ilustrasi menyatu, membuat keduanya saling mendukung, sehingga
menghasilkan daya yang kuat. Antara tulisan dan ilustrasi harus ada saling
kait, minimal ilustrasi berfungsi menarik minat dan memancing atau menggiring
orang membaca tulisan. Misalnya gambar atau ilustrasi remaja perempuan dan
laki-laki dalam promosi pendidikan seks sejak dini. Adakah keterkaitan antara
produk, tulisan dan ilustrasi di dalamnya?.
Dalam kreativitas membuat
poster menurut Putra (2007: 70-72) dikenal adanya tiga pendekatan, yaitu:
a. Dogmatis, maksudnya bahwa apa yang hendak
disampaikan dalam poster kepada audiens, kita yakini sebagai kebenaran yang
mutlak, tidak terbantahkan. Untuk itu, haruslah ada persuasi-persuasi yang
meyakinkan bahwa klaim yang bersifat dogmatis itu benar adanya. Misalnya,
produk kami terdepan di kelasnya, kecap nomor satu di dunia, membuat anda
percaya diri, daerah wajib senyum dan lain sebagainya.
b. Selain dogmatis, dapat juga menggunakan sisi
lain dari kreatif naskah dengan menjelaskan (reason why) produk anda, berikut manfaatnya. Kalau perlu sajikan
sejumlah bukti atau pengalaman orang yang yang pernah merasakan produk anda.
Publik figure yang sudah dikenal dapat dijadikan ikon yang memberi kesaksian.
Misalnya, anda malu bertemu orang lain karena kurang PD? Ikutilah pelatihan
memaksimalkan potensi dan meminimalkan kelemahan diri.
c. Pendekatan kreatif lain, kita dapat mengambil
ilustrasi / foto, gambar / kartun yang menonjolkan daya tarik. Hal ini audiens
tergiring dan tertarik untuk membaca, dan akhirnya menyikapi perlu adanya daya
tarik untuk itu. Ada dua daya tarik (appeal):
yaitu (1) appeal menyenangkan,
seperti ilustrasi kaki wanita pada poster handphone.
(2) fear appeal (daya tarik yang
menggelisahkan), misalnya ilustrasi pecandu narkoba pada poster anti narkoba.
3).
Cetak dan Distribusi
Mencetak poster dapat memilih
percetakan kecil kalau jumlah produksinya tidak banyak. Pilihlah percetakan
yang hasil cetakannya bagus, biaya terjangkau dan tepat waktu. Untuk menjangkau
khalayak yang jadi sasaran. Usahakanlah sasaran benar-benar efektif yang sesuai
dengan target. Pemasangan juga memperhatikan faktor demografi (karakteristik
populasi yang berkaitan dengan ukuran, pertumbuhan, kepadatan, dan distribusi).
Format, secara teknis, ukuran atau format poster yang lazimnya dipakai minimal ukuran
A-3, atau bisa lebih besar (A-2, A-1, dan A-0) tergantung dimana poster itu
akan dipasang, disesuaikan dengan tempat pemasangannya (Putra, 2007: 73).
4).
Daftar Check List Untuk Evaluasi
Adapun hal-hal yang perlu
dievaluasi dalam pembuatan poster menurut Putra (2007: 77-78) meliputi nama
produser, perusahaan atau perorangan, penanggungjawab, anggaran yang diajukan
dan yang disetujui, dibuat tanggal/bulan/tahun, target selesai, dan diedarkan
kapan. Kemudian cek kreatif, meliputi: audiens, tujuan, fokus headline, fokus subheadline, penulis naskah, desainer,
typesetter, dan fotografer.
Selain itu, ada juga cek mekanis, meliputi: film, format/ukuran, full colors, logo, alamat, cetak,
pengiriman ke pemesan, dan distribusi.
b.
Media Cetak Internal
1. Pengertian
Beberapa Media Cetak Internal
a). Buletin, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2002: 174) buletin adalah media cetak berupa selebaran
atau majalah, berisi warta singkat atau pernyataan tertulis yang diterbitkan
secara periodik oleh suatu organisasi atau lembaga untuk kelompok profesi
tertentu. Sedangkan menurut Cambridge Advanced Learner’s Dictionary (2003: 157)
bulletin is a short newspaper printed by
an organization. Sebagaimana halnya media komunikasi lain, buletin
bertujuan sebagai media komunikasi antarkomunitas yang terbatas. Meskipun
terbatas, sering audiensnya cukup besar. Bahkan di sebuah perusahaan holding company audiensnya bisa mencapai
belasan ribu. Untuk menjangkau dan berkomunikasi satu sama lain, diperlukan
media, dan buletin diterbitkan sebagai media komunikasi yang dimaksud (Putra,
2007: 88).
b). Newsletter,
adalah majalah sederhana yang umumnya menggunakan kertas HVS hitam putih dan
berwarna, atau kertas berkualitas baik. Ukuran kertas yang digunakan biasanya
A4 (297 mm x 210 mm), atau sedikit lebih kecil. Jumlah halaman berkisar antara
4-12 atau lebih. Berisi informasi ringkas seputar kegiatan-kegiatan internal
organisasi atau perusahaan seperti sekolah, dalam periode (misalnya bulan)
tertentu, dan biasanya diproduksi tanpa foto. Jumlah cetakan (tiras) bisa 500
hingga 1000 eksemplar, tergantung kebutuhan dan jumlah audiens. Tuntutan kerja
produk newsletter pada pengelolaanya
relatif tidak serumit majalah. Karena, meskipun ukuran besar A4, yang penting
ada berita ditulis, dan bisa atau cukup hitam putih. Jadi, newsletter lebih mudah dan lebih cepat diproduksi dengan ongkos
produksi lebih rendah tentunya. Cetakan pun dapat sederhana dengan mesin cetak
kecil serta dapat dijilid atau bisa juga tidak, kadang ada yang perlu distaples
kalau jumlah halamannya hanya 2-4 lembar bolak-balik (Muntaha, 2009: 39).
c).
Majalah, majalah
sederhana adalah warna hitam putih, dengan isi dilengkapi dengan foto dan
ilustrasi. Majalah biasanya menggunakan kertas HVS. Namun ada juga yang
menggunakan kertas koran, dengan cover
fullcolor. Majalah ada yang berukuran besar dan kecil. Ukuran besar
menggunkan kertas ukuran A4 (297 mm 210 mm), atau sedikit lebih lebar. Adapun
majalah yang menggunakan ukuran lebih kecil intisari contohnya. Kertas yang
digunakan berukuran separuhnya (15 cm x 22 cm). Sampul majalah banyak
menggunakan kertas yang lebih tebal dan lebih baik daripada halaman dalamnya.
Majalah untuk media internal seperti di sekolah jumlah halaman sekitar 16-24
atau lebih. Majalah dapat memuat tulisan yang lebih banyak dan panjang dengan
pembagian kolom menjadi 2-4 (Muntaha, 2009: 34).
d).
Tabloid,
tabloid kebanyakan menggunakan kertas koran, dengan ukuran kertas yang
digunakan sekitar setengah kali ukuran kertas koran (29 cm x 38 cm). Sampul
tabloid umumnya juga menggunakan jenis kertas yang sama dengan jenis kertas
yang digunakan pada halaman dalam. Penataan perwajahan tabloid merupakan
perpaduan antara desin yang ditetapkan pada majalah dan surat kabar. Halaman
tabloid biasanya dibagi atas 3-5 kolom. Tabloid umumnya tidak dijilid. Jadi
satu edisi dapat dibaca bersama-sama oleh beberapa orang, masing-masing satu
lembar tepisah. Untuk media sekolah, jumlah halaman tabloid yang biasanya 8 -16
halaman Muntaha (2009: 34).
2.
Pengelolaan Media Cetak Internal (Buletin, Newsletter,
Majalah, dan Tabloid)
Hal-hal yang berkaitan dengan
pengelolaan menurut Putra (2007: 89-91), seperti di bawah ini.
a). Mengenali tujuan atau misi, biasanya
organisasi atau perusahaan yang mapan sudah memajang misi tersebut di setiap
ruang publik, lobi kantor, dan ruang pimpinan. Oleh sebab itu pengelola
hendaknya selalu memperhatikan misi, visi, dan strategi perusahaan atau
organisasi. Selain itu, perlu juga memperhatikan berbagai hal tentang
organisasi atau perusahan, dan sekolah sampai hal ihwal seputar organisasi
seperti sekolah atau perusahaan yang bersangkutan.
b). Mengenali audiens, menu-menu yang disajikan
haruslah menu yang spesifik, yakni menu yang memang mengandung unsur-unsur
kedekatan (proximity) dengan mereka.
Jika tidak, maka media itu akan ditinggalkan, dan tujuan diterbitkannya tidak
tercapai.
c). Sajian menu yang relevan dan bervariasi,
rubrik yang harus ada dalam media internal seperti (buletin, newsletter, tabloit dan majalah) yang
disebut rubrik tetap, antara lain: Editorial atau catatan redaksi, surat
pembaca, liputan utama atau fokus utama, ihwal atau berita seputar organisasi
atau perusahaan, opini, dan fiksi (cerpen, puisi, karikatur, dan sebagainya).
Rubrik lain, seperti resensi buku, resensi film atau sinetron, sejarah tokoh
dalam organisasi atau perusahaan, catatan atau informasi penting dari pimpinan,
percik pengalaman karyawan atau anggota organisasi, dan varia, misalnya berita
HUT karyawan, pengangkatan, perkawinan atau berita kelahiran.
3.
Organisasi atau pengelola dan uraian tugas
Organisasi pengelolaan media
cetak internal yang ideal menurut (Putra, 2007:92-95), dapat memuat beberapa
hal seperti yang tersebut di bawah ini: pelindung, pemimpin umum, wakil
pemimpin umum, pemimpin redaksi (karyawan yang cakap), redaktur pelaksana, staf
redaksi, redaksi (biasanya wartawan yang mencari berita), sekretaris redaksi,
bagian pracetak atau produksi, artistik sering juga disebut redaksi artistik,
dan tata usaha atau iklan. Alur kerja manajemen media cetak internal tidak
perlu dibuat rumit, pekerjaan dapat saja dilakukan oleh satu orang dengan
pekerjaan rangkap atau ganda, asalkan semuanya dikoordinasikan dan
dikomunikasikan dengan masing-masing penangung jawab bidang yang sudah
ditunjuk. Oleh sebab itu pengelola hendaknya memikirkan dan bekerja secara
cermat agar media cetak internal tidak menyimpang dari misinya.
4.
Format media cetak internal dan penerbitan
Jumlah halaman harus
disesuaikan dengan kelipatan kertas. Paling ideal jumlahnya adalah 8, 16, 24,
32, 48, 56, atau 64. Jumlah ini sesuai dengan kelipatan kertas, sehingga
ketebalannya menjadi efektif dan ekonomis. Tidak ada keseragaman format, akan
tetapi umumnya ada lima, yaitu: 13 x 20 cm, 14 x 21 cm, 15 x 23 cm, 17 x 22,5
cm, dan 22 x 28,5 cm. Kelima format tersebut dianjurkan, karena efektif dan
ekonomis. Format pertama bagus jika media diset hanya satu kolom. Format 2 – 4
dapat diset dua kolom, sedangkan format 5 dapat diset 3 kolom. Penentuan
formatpun perlu pertimbangan selera pembaca juga (Putra, 2007: 96). Jika harus
terbit mingguan, atau dwimingguan itu juga tergantung pada kebutuhan dan
kondisi keuangan (Putra, 2007: 96). Usahakanlah waktu terbit itu konstan atau
tetap. Misalnya, media cetak internal bulanan yang ditentukan terbit setiap
minggu pertama. Jika jadwal terbit sudah ditentukan, maka proses kerjanya dapat
dibakukan menjadi standar kerja. Patokannya media tersebut terbit tiap minggu
pertama dalam bulan, sehingga proses pengerjaan media cetak internal dapat
ditarik mundur ke belakang (Putra, 2007: 97).
2. Peran Media
Cetak dalam Program Bimbingan Konseling Islam
Poster dalam aplikasi program
layanan bimbingan konseling berperan sebagai “Poster Pendidikan” yang
menawarkan nilai bukan produk. Sebagai media pendidikan poster memiliki
nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam isi pesan yang disampaikan.
Nilai-nilai pendidikan tersebut antara lain mendidik, mengarahkan, membimbing
dan membantu pemahaman siapa saja yang melihat dan membaca poster tersebut.
Dengan nilai-nilai pendidikan yang ditawarkan oleh sebuah poster, maka sudah
tentu hal itu akan mempermudah proses sebuah program bimbingan konseling di
manapun, untuk siapapun di lakukan. Bagaimana sebuah poster dapat mendukung
program bimbingan konseling?, berikut penjelasannya: Setelah tujuan dan sasaran
program bimbingan konseling islam ditentukan, maka kemudian dapat dirancang
sebuah poster yang dapat menjadi media untuk menyampaikan program tersebut.
Misalnya tujuan program menjaga kebersihan sekolah. Maka dapat dibuat
poster-poster yang menggugah kesadaran siswa untuk menjaga kebersihan, dengan
membuang sampah pada tempatnya, dan selalu membersihkan ruang belajarnya.
Karena sifat poster relatif lebih lama bertahan daripada media lainnya, maka
poster dapat dibuat semi permanen dengan media yang lebih tahan lama. Misalnya
dibuat pada media kayu dengan cat minyak, atau seng. Sehingga untuk
menyampaikan program-program bimbingan konseling, seperti daftar alokasi
rencana belajar selama satu semester dapat dibuat.
Adapun keempat media cetak
internal yang telah dijelaskan sebelumnya, juga merupakan media yang sangat
efektif untuk membantu program bimbingan konseling islam. Baik yang berkaitan
dengan isi menu yang ditawarkan dalam media tersebut, maupun dengan wujud dari
produksi media itu sendiri, sebagai media yang dapat membantu dalam bimbingan
karir di sekolah misalnya. Karena jika sebuah sekolah memiliki media internal
semacam ini, tentunya akan memacu kreativitas siswa-siswinya, serta menambah
pengetahuan dan wawasan tentang hurnalistik khususnya, serta pengetahuan
lainnya pada umumnya. Media cetak internal yang dikembangkan sebuah sekolah
dapat menjadi ajang komunkasi antar siswa dan guru, serta kebijakan pendidikan.
Dan menjadi media kreativitas dan pembelajaran, serta media terapi bagi permasalahan
yang dihadapi siswa-siswinya. Karena melalui media ini kita dapat menghadirkan
profile-profil sosok ideal yang inspiratif untuk dapat menjadi teladan bagi
siswa-siswi di sekolah tersebut. Konselor bimbingan konseling di sekolah yang
memiliki media cetak internal ini, juga lebih leluasa dan efisien dalam
menyampaikan program-programnya, melalui menu-menu yang dihadirkan dalam media
cetak internal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar