Rabu, 22 Oktober 2014

PENULISAN NASKAH


PENULISAN NASKAH
Oleh : Dewi Purawati

Penulisan naskah merupakan bagian dari serangkaian proses pengembangan media. Begitu juga jika ingin membuat sebuah program media bimbingan dan konseling, maka penulisan naskah juga harus dilalui. Apalagi jika program media bimbingan dan konseling yang akan dibuat itu merupakan program media audio dan audio visual. Seperti yang dikatakan Sadiman dkk (2009: 156) bahwa secara teoritis penulisan naskah merupakan komponen dari pengembangan media dan secara praktis merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan, desain, pengembangan, dan evaluasi.
                Naskah merupakan uraian materi yang akan disampaikan dalam sebuah program media. Naskah biasanya berisi pokok-pokok materi yang harus diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan dalam kemasan media yang dipilih dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Menurut Sadiman dkk (2009: 115-116) agar materi tersebut dapat disampaikan dengan baik melalui media, maka meteri tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang biasa disebut dengan naskah program media. Naskah program media sendiri bermacam-macam, masing-masing memiliki kekhasannya sendiri. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun dalam proses produksi program media. Misalnya ketika pengambilan gambar atau perekaman suara pada media audio visual.
                Menurut Sadiman dkk (2009: 116) umumnya lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Untuk naskah audio kolom sebelah kiri (hanya seperempat halaman) berisi nama pelaku dan jenis suara yang harus direkam. Sedangkan untuk naskah film dan video lembaran naskahnya juga dibagi dua tetapi sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar, apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kemudian di kolom sebelah kiri itu juga berisi bagaimana gambar harus diambil, dari kiri bergerak ke kanan atau dari jauh mendekat dan sebaliknya. Untuk kolom sebelah kanan, dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam penulisan naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar. Sedangkan, narasi dan percakapan yang akan dibaca pelaku ditulis dengan huruf kecil.

1. Komponen dalam penulisan naskah
Komponen-komponen yang ada dalam proses penulisan naskah ini juga dapat menjadi tahapan dalam menyusun sebuah naskah program media bimbingan dan konseling, khususnya untuk naskah media audio dan audio visual.
a. Tujuan dan sasaran
Proses pengembangan sebuah program media bimbingan dan konseling tidak lepas dari perumusan tujuan dan penetapan sasaran keika tahap perencanaan dilakukan. Rumusan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan pengembangan program media bimbingan dan konseling tersebut, juga menjadi bagian dalam penulisan naskah. Maka, secara otomatis tujuan dan sasaran hasil rumusan pada tahap perencanaan pengembangan program media bimbingan dan konseling tersebut dapat menjadi acuan dalam prosedur penulisan naskah program media bimbingan dan konseling. Karena jika tujuan dan sasaran telah jelas, maka akan lebih mudah pada tahap selanjutnya dalam penulisan naskah, apalagi Sadiman dkk (2009: 158) menyatakan bahwa naskah yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, dan treatment.
b. Sinopsis
Sinopsis merupakan gambaran ringkas terkait dengan tema atau pokok materi yang akan diuraikan dalam sebuah program media bimbingan dan konseling. Seperti yang dikatakan Sadiman dkk (2009: 158) bahwa keberadaan sinopsis sangat diperlukan untuk memberikan gambaran secara ringkas dan padat tentang tema atau pokok materi yang akan digarap. Tujuannya untuk mempermudah dalam memahami konsep, dan mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapai.
c. Treatment
                Menurut Sadiman dkk (2009: 117) Treatment merupakan uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program. Artinya, melalui treatment kita memiliki gambaran yang jelas terkait dengan urutan visual, narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar tersebut. Begitu juga dengan musik dan efek suara yang akan digunakan, serta suasana, semuanya akan tergambar dalam treatment. Treatment biasanya digunakan dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Jika treatment disetujui, maka digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
Contoh: “Program diawali dengan munculnya seseorang yang sedang memegang kamera. Dari jauh ia kelihatan sedang mengamati kamera itu; nampaknya sedang mencari-cari sesuatu. Setelah di zoom in ke medium shot nampak jelas bahwa ia sedang mencari-cari bagaimana cara membuka kamera itu untuk mengisi filmnya. Pada saat ia menemukan kunci pembuka itu dan penutup kamera sudah mulai terbuka, gambar di close up pada tangan dan kamera itu”. Gambar ditahan dan disuper-impose dengan grafis yang berbunyi “Bagaimana memasang film?” Gambar ditahan terus sehingga credit title habis. Dari awal sampai credit title habis musik mengiringi sebagai latar belakang (Sadiman dkk, 2009: 117).
Treatment sekilas kelihatan mirip dengan sinopsis, tetapi sebenarnya berbeda. Menurut Sadiman (2009: 157) treatment mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa nantinya akan digarap sebagai ilustrasi pembanding, berikut ini akan memperjelas perbedaan keduanya yang dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”. (1) sinopsis: “episode menggambarkan kecelakaan kapal ‘impian’. Dua orang, kakek dan cucu berhasil menyelamatkan diri ke pantai pulau karang”. (2) treatment: cerita diawali dengan fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang sepi dan gersang. Di kejauhan masih tampak samar-samar bangkai kapal “impian” yang terdampar. Dua sosok tubuh kelihatan bergelantungan pada sebilah papan yang terapung-apung tidak jauh dari tampat kejadian. Dengan susah payah mereka mulai berenang-renang menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju pantai pulau karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut yang kini telah mulai reda, dan seterusnya”.
d. Stroryboard
Storyboard merupakan rangkaian adegan yang berisi peristiwa seperti yang dilukiskan dalam treatment, biasanya divisualkan dalam sebuah papan atau kartu. Menurut Sadiman dkk (2009: 157) rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atau sketsa sederhana pada kartu berukuran lebih kurang 8x12 cm. Tujuan storyboard adalah untuk melihat apakah urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis cerita (plot) maupun sekuensnya. Di samping itu, untuk melihat apakah kesinambungan (kontinuitas) arus ceritanya sudah lancar. Stroryboard juga dapat dipergunakan sebagai momen-momen pengambilan (shots) gambar.
e. Skrip atau naskah program
Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil eksperimen (coba-coba) dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk skrip atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam pembuatan program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gambar dan penuturan demi penuturan menuju tujuan yang ingin dicapai. Format penulisan skrip untuk program film dan program video pada prinsipnya sama, yaitu dalam bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kiri untuk menampilkan bentuk visualisasinya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan suara termasuk dialog, narasi, musik maupun efek suara. Tujuan utama suatu skrip atau naskah program adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara dalam mengendalikan penggarapan substansi materi ke dalam suatu program. Karena itu skrip yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan pemeran yang terlibat di dalamnya.
f. Skenario
Menurut Sadiman dkk (2009: 158-159) skenario merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya. Skenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam pendekatan film perpindahan umumnya bersifat ‘cut-to-cut’ dan pengambilannya boleh meloncat-loncat dengan pengelompokkan sesuai keadaan waktu, cuaca, lokasi maupun sifatnya (di dalam atau di luar gedung/studio).

2. Penulisan naskah program media bimbingan dan konseling
Penulisan naskah biasanya diawali dengan identifikasi topik atau gagasan. Konsep gagasan maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi sebuah program, seperti  film atau acara radio. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi sebuah program ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan naskah program atau naskah produksi. Oleh sebab itu, untuk memperjelas bagaimana sebuah proses penulisan naskah itu berlangsung, berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang berbagai hal yang terkait dengan penulisan naskah. Dalam uraian ini akan dijelaskan tentang penulisan naskah media cetak, media audio dan naskah media audio visual. Adapun, untuk naskan media komputer atau digital serta media aktivitas tidak ada aturan khusus seperti media audio dan audio visual. Naskah-naskah pada media tersebut berupa teks biasa yang berisi uraian materi yang menjadi pesan dari program media bimbingan dan konseling. Naskah-naskah dalam media komputer, media digital dan elektronik serta media aktivitas ditulis menyesuaikan karakteristik serta mengikuti format dari masing-masing media tersebut. Hal ini berbeda dengan media cetak, audio dan audio visual. Adapun komponen dalam penulisan naskah, yang juga merupakan tahapan dalam proses penulisan naskah khususnya untuk media audio dan audio visual akan dijelaskan di bawah ini.

a. Penulisan naskah audio
Bunyi atau suara (seperti musik) merupakan elemen penting dalam media audio, hal ini tidak lepas dari karakteristik media ini yang banyak mengandalkan indera telinga sebagai penerima pesan, sehingga bunyi atau suara yang keluar dari alat media audio adalah pesan atau informasi yang dapat menstimulus pendengarnya untuk berimajinasi. Oleh sebab itu selayaknyalah jika program media audio dibuat semenarik mungkin, agar mampu memikat dan merangsang audiens sebagai pendengar untuk tertarik dan menyimak apa yang disampaikan oleh media audio tersebut. Demi tujuan terciptanya sebuah program media bimbingan yang menarik dan mampu memikat dan menstimulus imajinasi subjek sasaran, menurut Sadiman dkk (2009: 118) pada proses penulisan naskah audio harus memperhatikan beberapa hal di bawah ini:
1). Tahapan penulisan naskah audio
Tahapan penulisan naskah audio tidak sekomplit naskah film. Naskah audio terdiri dari dua kolom, dengan kolom sebelah kiri hanya seperempat bagian saja yang berisi nama pelaku dan jenis suara yag harus direkan. Sedangkan yang sebelah kanan berisi cerita atau materi naskah program media audio. Komponen yang harus ada dan dapat menjadi tahapan dalam penulisan naskah audio, antara lain adanya tujuan dan sasaran yang jelas, kemudian sinopsis, treatment, baru kemudian naskah yang sudah siap rekam atau siap dimainkan oleh pemeran.
2). Bentuk bahasa dalam penulisan naskah media audio
Bahasa yang digunakan dalam penyusunan naskah audio hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan familiar di telinga subjek sasaran. Hal ini dikarenakan bahasa sebagai simbol komunikasi memegang peranan penting dalam menyampaikan pesan-pesan dari program bimbingan dan konseling. Menurut Sadiman dkk (2009: 118) bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal, dan pendek karena yang panjang sulit ditangkap telinga. Kemudian, sedapat mungkin menghindari istilah-istilah sulit. Jika terpaksa, menggunakan istilah yang sulit, maka diberi penjelasan. Dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar karena lebih menarik dan mudah ditangkap, meskipun kadang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar.
3). Format suara dalam naskah media audio
Hal yang tidak kalah penting ketika membuat naskah program media audio, adalah musik. Walaupun musik merupakan pemanis dan pelengkap agar program media bimbingan dan konseling tersebut tidak membosankan, tetapi keberadaannya menurut Sadiman (2009: 119) dapat menciptakan suasana. Hal ini tidak lepas dari media audio itu sendiri yang hanya mengandalkan bunyi dan suara saja. Sehingga keberadaan musik akan membantu menciptakan suasana, dan pendengar sebagai subjek sasaran tidak akan merasa kering dan bosan. Oleh sebab itu musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, jangan diiringi musik yang sedih karena akan terasa janggal. Berikut ini jenis-jenis musik yang digunakan dalam program media (Sadiman dkk, 2009: 119-121).
a)       Musik tema, adalah musik yang menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema seringkali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang diinginkan itu ingin ditonjolkan musik tema itu diperdengarkan. Musik tema dapat digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik pengenal studio biasanya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang dari udara. Musik pengenal program digunakan pada awal dan pada akhir suatu program serial. Jadi, setiap kali mendengar musik itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau diakhiri. Bila musik tema untuki pengenal tokoh, maka setiap tokoh itu tampil tentu diawali musik itu.
b)       Musik transisi, musik digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 10 s/d 20 menit. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program. Seringkali pembuat program yang juga menggunakan musik tema sebagai musik transisi.
c)       Musik jembatan (bridge), musik ini merupakan bentuk khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjebatani dua buah adegan. Musik ini digunakan bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dan diakhiri dengan suasana gembira.
d)       Musik latar belakang, musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat memberikan variasi, memberi tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai dengan suasana yang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musik instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah, ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.
e)       Musik smash, adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak baik apabila kita menggunakan musik smash terlalu sering.

4). Istilah-istilah dalam naskah media audio
Menurut Sadiman dkk (2009: 121-122) ada beberapa istilah yang harus diketahui dalam pengembangan sebuah program media audio. Istilah-istilah ini terkait dengan proses produksi sebuah program media audio. Istilah-istilah tersebut, antara lain:
a)       ANNAOUNCER (ANN)– penyiar yang bertugas memberitahu bahwa suatu acara atau program akan disampaikan.
b)       NARRATOR (NAR)- hampir sama dengan penyiar/announcer, bedanya apa yang dibaca narrator ini sudah memasuki materi program. Ia mungkin akan menginformasikan tentang pokok bahasan serta tujuan yang akan dicapai dalam program. Narrator sering kali ditugaskan menghubungkan adegan satu dengan adegan lainnya. Menunjukkan kepada sutradara bahwa di baris itu harus diselipkan musik.
c)       SOUND EFFECT (FX)- suara-suara yang akan dimaksudkan ke dalam program untuk mendukung teciptanya suasana atau situasi tertentu. FX juga digunakan untuk menunjukkan setting. Misalnya, bunyi kambing mengembik dan ayam berkotek, menunjukkan bahwa adegan itu terjadi di pedesaan di dekat kandang kambing dan ayam.
d)       FADE IN- petunjuk bagi sutradara dan pemain/pelaku bahwa harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang datang mendekat. Caranya pelaku harus membaca teks dengan menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh dari mike.
e)       FADE OUT- kebalikan dari fade in. Harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang yang pergi menjauh. Caranya pelaku harus membaca teks sambil menggerakkan mulutnya menjauhi mike.
f)         OFF MIKE- harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang berbicara dari jauh. Caranya pelaku harus membaca teksnya dengan menjauhkan mulutnya dari mike.
g)       CROSS FADE- dua bunyi yang berpapasan. Yang berpapasan dapat musik dengan musik, dapat juga musik dengan FX. Pada saat bunyi pertama diperlemah bunyi kedua musik dengan lemah. Bunyi pertama makin melemah, bunyi kedua makin menguat, sehingga pada saat bunyi pertama hilang yang terdengar tinggal bunyi kedua saja.
h)       MUSIK- IN-UP-DOWN-OUT, musik dimasukkan dengan lemah, suara diperkuat, kemudian turun lagi, akhirnya hilang dengan halus.
i)         MUSIK- IN-UP-UNDER, setelah musik diperlemah ditahan terus untuk melatar-belakangi adegan
j)         MUSIK – (Background, Smash, Tema, Transisi, dan Jembatan).

5). Contoh sederhana naskah media audio
Berikut ini sebuah contoh naskah yang ringkas dan sederhana, yang dapat dijadikan ilustrasi dalam rangka penulisan sebuah naskah media audio dalam bimbingan dan konseling.
Contoh format naskah audio:
No
Pemain / Jenis Suara
Teks / Suara
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.
MUSIK

TEJO

SURTI

TEJO

SURTI

TEJO

FX

TEJO

Dan Seterusnya
IN – UP – DOWN – OUT

Hem, panas benar hari ini. Sebaiknya, kubuka saja bajuku. Sur........Surti............

(OFF MIKE). Ada apa sih? (FADE IN) Datang-datang, teriak-teriak kayak manggil orang tuli saja!

Udaranya sangat panas. Saya haus sekali. Mana minumku.

Kan sudah saya sediakan di atas meja.

Oh iya.

TUTUP GELAS BERGESER DARI GELAS, SUARA ORANG MINUM.

Wah , segar sekali minumannya.
Keterangan:
Pada potongan naskah di atas kata (OFF MIKE) memberi petunjuk kepada Surti bahwa waktu mengucapkan: “Ada apa sih” Surti harus manjauhkan mulutnya dari mike, agar diperoleh kesan kalau surti ada ditempat yang jauh dari Tejo. Kata (Fade In) pada baris ke-12 itu juga, dimaksudkan supaya Surti waktu mengucapakan kalimat “datang-datang,...” menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh dari mike makin lama makin mendekat, sehingga akan timbul kesan seolah-olah Surti berjalan mendekati Tejo.

b. Penulisan naskah media audio visual (film atau video)
Menurut Sadiman dkk (2009: 156) penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Konsep gagasan atau topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau naskah program dan skenario atau naskah produksi. Di bawah ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan naskah audio visual, baik film maupun video.
1). Komponen dalam penulisan naskah film atau video
Tahapan penulisan naskah audio visual (film / video) merupakan komponen yang harus ada dalam sebuah naskah. Naskah audio visual, baik film maupun video terdiri dari dua kolom yang sama ukurannya. Kolom sebelah kiri berisi urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar, dan kolom sebelah kanan, dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Komponen yang harus ada dan dapat menjadi tahapan dalam penulisan naskah media audio visual, antara lain adanya tujuan dan sasaran yang jelas, kemudian sinopsis, treatment, dan storyboard, dan skrip atau naskah, serta skenario yang sudah siap dimainkan oleh pemeran.
Keseluruhan komponen penulisan naskah film atau video yang komplit seperti di atas, sebenarnya juga sudah jarang dilakukan. Karena umumnya saat ini lebih banyak menggunakan tiga komponen saja sebagai tahapan, di luar tujuan dan sasaran. Seperti yang dikatakan Biran (dalam Sadiman dkk, 2009: 161) bahwa hanya terdapat tiga langkah saja dalam teknik penulisan naskah (film maupun video), yaitu sinopsis, treatment, dan skenario seperti yang dikemukakan Yusach Biran. Dalam hal ini skrip atau naskah skenario adalah keseluruhan kumpulan bahan yang tersebut di atas
2). Teknik pengambilan gambar dalam media audio visual
Berikut ini ada beberapa teknik pengambilan gambar yang biasanya sudah terintegrasi dalam sebuah scenario film atau video (Sadiman dkk: 161). (a) long shot (LS), adalah pengambilan yang memperlihatkan latar secara keseluruhan dalam segala dimensi dan perbandingannya. (b) medium shot (MS), adalah pengambilan yang memperlihatkan pokok sasarannya secara lebih dekat dengan mengesampingkan latar belakang maupun detail yang kurang perlu. (c) close up (CU), pengambilan yang memfokuskan pada subjek atau bagian tertentu. Lainnya dikesampingkan supaya perhatian terfokus.
Menurut Sadiman dkk (2009: 161) terkadang di luar ketiga pengambilan dasar (basic shots) tersebut orang masih menambahkan dua lagi, yaitu XLS (Extreme Long Shot) dan XCU (Extreme Close Up). Sedangkan di antara LS dan CU ditambahkan dua lagi, yaitu MLS (Medium Long Shot) di antara LS dan MS, dan MCU (Medium Close Up) di antara MS dan CU. Di samping itu terdapat pula petunjuk-petunjuk gerakan kamera, seperti: (1) menggerakkan kamera ke kanan (pan right), ke kiri (pan left), ke atas (tilt up), ke bawah (tilt down). (2) mengatur pengambilan ke arah close up (zoom in), ke arah long shot (zoom out). (3) mendorong kamera ke arah subjek (dolly in) or (track in), dan menarik kamera menjauhi subjek (dolly out) or (track out). (4) kamera mengikuti ke mana perginya subjek (camera follow).
3). Bunyi atau suara
Adapun tanda-tanda penggunaan suara semuanya sama dengan yang dipergunakan dalam naskah audio. Kemudian pentahapan dari konsep skenario ini bukan merupakan keharusan. Ada yang menganggap storyboard tidak perlu sebab koreksi atas kelancaran arus cerita dalam kontinuitas akan dilaksanakan dalam proses penyuntingan (editing). Tata cara urutan atau sekuens episode biasanya sudah terikat pada garis ceritanya atau plotnya. Kadang-kadang kita juga sulit membedakan antara skrip dan skenario. Hanya terdapat tiga langkah saja dalam teknik penulisan naskah (film maupun video), yaitu sinopsis, treatment, dan skenario seperti yang dikemukakan Yusach Biran. Dalam hal ini skrip atau naskah skenario adalah keseluruhan kumpulan bahan yang tersebut di atas (Sadiman dkk, 2009: 161). Berikut ini contoh naskah film:
4). Contoh skenario penulisan naskah audio visual (film / video)

CONTOH SKENARIO FILM: “Peluncuran Program Media Audio Sekolah”
No
Visual
Audio
Sekuens 1 :  Di depan kompleks sekolah
1.

2.





3.



4.
CU. Bendera Merah Putih berkibar megah

ZOOM OUT perlahan..
Bergerak muncul bayang-bayang umbul-umbul dan sebagainya hingga nampak tower menara pemancar Radio (CU) , kemudian perlahan menghilang dan muncul perlahan plakat atau poster sekolah peluncuran media lalu di CU. Kembali bergerak menuju ruangan pengendali Siaran Media Audio Sekolah dan sekelilingnya.

FULL VIEW (angle lain)
Depan ruangan pengendali produksi siaran Radio yang menampilkan kemegahan teknologi, bergantian dengan Tower dan jaringan sound system radio yang terhubung ke setiap ruang di Sekolah.

CU. Papan nama Media Audio Sekolah. ZOOM IN to CU tulisan “Radio Metamorfosis”
OS MUSIK: Lagu, ars gembira

KOMENTAR: hari ini, Rabu Tanggal 10 Maret  tahun 2012. Di tempat ini akan dibuka lembaran sejarah baru.




KOMENTAR: Sejarah baru dunia pendidikan kita


KOMENTAR:  Di depan Ruang Pengendali Siaran “Radio Metamormosis” .........
Sekuens 2 :  Tempat peluncuran – pagi
1.

2.
FULL VIEW (high angle) Media Audio Sekolah “Radio Metamorfosis”

PAN UP to FULL SHOT upacara yang telah ramai.
Dan seterusnya.......
KOMENTAR: .....akan diluncurkan media audio sekolah yang relevosioner, Radio Pendidikan yang mengusung Motto Perubahan bagi dunia remaja yang khas.....

c. Penulisan naskah media cetak
Media cetak yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah, tabloid, buletin, lembaran lepas, stiker dan poster dan lain sebagainya. Dalam merancang dan mendesain sebuah program media cetak dalam bimbingan dan konseling dituntut adanya enam elemen yang perlu diperhatikan yaitu konsistensi, format, organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.
1. Konsistensi, gunakan konsistensi format dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran huruf. Kemudian usahakan untuk konsisten dalam jarak spasi. Jarak antar judul dan baris pertama serta garis samping supaya sama, dan antara judul dengan teks utama. Spasi yang tidak sama sering dianggap buruk dan tidak rapih, oleh karena itu perlu diperhatikan.
2. Format, jika paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai, sebaliknya jika paragraf tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih sesuai. Isi yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual. Taktik dan strategi yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara visual.
3. Organisasi, upayakan untuk selalu menginformasikan konseli atau pembaca mengenai dimana mereka atau sejauh mana mereka dalam teks itu. Konseli harus mampu melihat sepintas atau bab berapa mereka baca. Jika memungkinkan, siapkan piranti yang memberikan orientasi kepada konseli tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan. Susunlah teks sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
4. Daya tarik, perkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda. Harapannya dapat memotivasi siswa untuk membaca terus.
5. Ukuran huruf, pilihlah ukuran huruf yang sesuai dengan karakteristik klien atau konseli, pesan dan lingkungannya. Ukuran huruf biasanya dalam poin per inci. Misalnya, ukuran 24 poin perinci. Ukuran huruf yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah 12 poin. Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena membuat proses membaca jadi sulit.
6. Ruang atau spasi kosong, gunakan spasi kosong (tidak berisi teks) atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan pembaca untuk beristirahat pada titik-titik tertentu pada saat matanya bergerak menyusuri teks. Ruang kosong dapat berbentuk: Ruangan sekitar judul,  batas tepi (marjin) yang luas memaksa perhatian pembaca untuk masuk ke tengah halaman, spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi di antaranya, permulaan paragraf diindentasi, penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf, sesuaikan/tambahkan spasi antar baris dan antar paragraf untuk meningkatkan tampilan dan tingkat keterbacaan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menarik perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak. Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian pada informasi yang penting. Misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan warna merah. Selanjutnya, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring memberikan penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi tekanan dengan menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai penuntun harus dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar