PENULISAN NASKAH
Oleh : Dewi Purawati
Penulisan naskah merupakan bagian dari serangkaian
proses pengembangan media. Begitu juga jika ingin membuat sebuah program media
bimbingan dan konseling, maka penulisan naskah juga harus dilalui. Apalagi jika
program media bimbingan dan konseling yang akan dibuat itu merupakan program
media audio dan audio visual. Seperti yang dikatakan Sadiman dkk (2009: 156) bahwa
secara teoritis penulisan
naskah merupakan komponen dari pengembangan media dan secara praktis merupakan
bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan, desain, pengembangan, dan evaluasi.
Naskah merupakan uraian
materi yang akan disampaikan dalam sebuah program media. Naskah biasanya berisi pokok-pokok materi yang
harus diuraikan
lebih lanjut untuk kemudian disajikan dalam kemasan media yang dipilih dan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.
Menurut Sadiman dkk (2009: 115-116) agar materi tersebut dapat
disampaikan dengan baik melalui media, maka meteri tersebut perlu
dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang biasa disebut dengan naskah program media.
Naskah program media sendiri bermacam-macam,
masing-masing memiliki kekhasannya sendiri. Tetapi pada dasarnya, maksud
dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun dalam proses produksi program media. Misalnya
ketika pengambilan gambar atau perekaman suara pada media audio visual.
Menurut Sadiman dkk (2009:
116) umumnya
lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Untuk naskah audio
kolom
sebelah kiri (hanya seperempat halaman) berisi nama pelaku dan jenis suara
yang harus direkam. Sedangkan untuk naskah film dan video lembaran naskahnya juga dibagi dua tetapi sama lebar. Kolom sebelah kiri
dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang
sudut pengambilan gambar, apakah
gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kemudian di kolom sebelah kiri itu juga berisi
bagaimana gambar
harus diambil,
dari kiri bergerak ke kanan atau dari jauh mendekat dan sebaliknya. Untuk kolom sebelah kanan, dituliskan narasi atau
percakapan yang harus dibaca para pelaku serta musik dan suara-suara yang harus
direkam. Dalam penulisan
naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan oleh pelaku harus ditulis
dengan huruf besar. Sedangkan, narasi dan percakapan yang akan dibaca pelaku
ditulis dengan huruf kecil.
1.
Komponen dalam penulisan naskah
Komponen-komponen yang ada dalam proses penulisan
naskah ini juga dapat menjadi tahapan dalam menyusun sebuah naskah program
media bimbingan dan konseling, khususnya untuk naskah media audio dan audio visual.
a.
Tujuan dan sasaran
Proses pengembangan sebuah program media bimbingan dan
konseling tidak lepas dari perumusan tujuan dan penetapan sasaran keika tahap
perencanaan dilakukan. Rumusan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam
tahap perencanaan pengembangan program media bimbingan dan konseling tersebut,
juga menjadi bagian dalam penulisan naskah. Maka, secara otomatis tujuan dan
sasaran hasil rumusan pada tahap perencanaan pengembangan program media
bimbingan dan konseling tersebut dapat menjadi acuan dalam prosedur penulisan
naskah program media bimbingan dan konseling. Karena jika tujuan dan sasaran
telah jelas, maka akan lebih mudah pada tahap selanjutnya dalam penulisan
naskah, apalagi Sadiman dkk (2009: 158) menyatakan bahwa naskah yang baik akan
dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, dan treatment.
b.
Sinopsis
Sinopsis merupakan gambaran ringkas terkait dengan
tema atau pokok materi yang akan diuraikan dalam sebuah program media bimbingan
dan konseling. Seperti yang dikatakan Sadiman dkk (2009: 158) bahwa keberadaan
sinopsis sangat diperlukan
untuk memberikan gambaran secara ringkas dan padat tentang tema atau pokok
materi yang akan digarap. Tujuannya untuk
mempermudah dalam memahami konsep, dan mempertimbangkan
kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapai.
c.
Treatment
Menurut Sadiman dkk (2009:
117) Treatment merupakan uraian berbentuk esai
yang menggambarkan alur penyajian program. Artinya, melalui treatment kita memiliki gambaran yang
jelas terkait dengan urutan visual, narasi atau percakapan
yang akan menyertai gambar tersebut.
Begitu juga dengan
musik dan efek suara yang akan
digunakan, serta suasana,
semuanya akan
tergambar dalam treatment. Treatment biasanya digunakan dalam
mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan
diproduksi. Jika treatment disetujui,
maka digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
Contoh: “Program diawali dengan munculnya seseorang yang sedang
memegang kamera. Dari jauh ia kelihatan sedang mengamati kamera itu; nampaknya
sedang mencari-cari sesuatu. Setelah di zoom
in ke medium shot nampak jelas bahwa ia sedang mencari-cari bagaimana
cara membuka kamera itu untuk mengisi filmnya. Pada saat ia menemukan kunci
pembuka itu dan penutup kamera sudah mulai terbuka, gambar di close up pada tangan dan kamera itu”.
Gambar ditahan dan disuper-impose dengan
grafis yang berbunyi “Bagaimana memasang film?” Gambar ditahan terus sehingga credit title habis. Dari awal sampai credit title habis musik mengiringi
sebagai latar belakang (Sadiman dkk, 2009: 117).
Treatment sekilas kelihatan mirip dengan sinopsis, tetapi
sebenarnya berbeda. Menurut Sadiman (2009: 157) treatment mencoba memberikan
uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang bagaimana suatu
episode cerita atau rangkaian peristiwa nantinya akan digarap sebagai ilustrasi
pembanding, berikut
ini akan memperjelas perbedaan keduanya
yang dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”. (1) sinopsis: “episode
menggambarkan kecelakaan kapal ‘impian’. Dua orang, kakek dan cucu berhasil
menyelamatkan diri ke pantai pulau karang”. (2) treatment: cerita diawali dengan
fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang sepi dan gersang. Di
kejauhan masih tampak samar-samar bangkai kapal “impian” yang terdampar. Dua
sosok tubuh kelihatan bergelantungan pada sebilah papan yang terapung-apung
tidak jauh dari tampat kejadian. Dengan susah payah mereka mulai
berenang-renang menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju pantai
pulau karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut yang
kini telah mulai reda, dan seterusnya”.
d. Stroryboard
Storyboard merupakan rangkaian adegan yang berisi peristiwa
seperti yang dilukiskan dalam treatment, biasanya divisualkan dalam sebuah
papan atau kartu. Menurut Sadiman dkk (2009: 157) rangkaian kejadian seperti
dilukiskan dalam treatment tersebut
kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atau sketsa sederhana pada kartu
berukuran lebih kurang 8x12 cm. Tujuan storyboard
adalah untuk melihat apakah urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai
dengan garis cerita (plot) maupun
sekuensnya. Di samping itu, untuk melihat apakah kesinambungan (kontinuitas)
arus ceritanya sudah lancar. Stroryboard
juga dapat dipergunakan sebagai momen-momen pengambilan (shots) gambar.
e.
Skrip atau naskah program
Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil
eksperimen (coba-coba) dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan
dalam bentuk skrip atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah
benar. Dalam pembuatan program film maupun video, skrip atau naskah program
merupakan daftar rangkaian peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gambar
dan penuturan demi penuturan menuju tujuan yang ingin dicapai. Format penulisan
skrip untuk program film dan program video pada prinsipnya sama, yaitu dalam
bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kiri untuk menampilkan bentuk
visualisasinya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan
suara termasuk dialog, narasi, musik maupun efek suara. Tujuan utama suatu
skrip atau naskah program adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara
dalam mengendalikan penggarapan substansi materi ke dalam suatu program. Karena
itu skrip yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan pemeran yang terlibat di
dalamnya.
f.
Skenario
Menurut Sadiman dkk (2009: 158-159) skenario merupakan
petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya.
Skenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan
melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam pendekatan film
perpindahan umumnya bersifat ‘cut-to-cut’ dan pengambilannya
boleh meloncat-loncat dengan pengelompokkan sesuai keadaan waktu, cuaca,
lokasi maupun sifatnya (di dalam atau di luar gedung/studio).
2.
Penulisan naskah program media bimbingan dan konseling
Penulisan naskah biasanya diawali dengan identifikasi
topik atau gagasan. Konsep gagasan maupun tujuan yang khusus kemudian
dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi sebuah program,
seperti film atau acara radio. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk
mewujudkan gagasan menjadi sebuah program
ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan naskah program atau naskah
produksi. Oleh sebab itu, untuk memperjelas bagaimana sebuah
proses penulisan naskah itu berlangsung, berikut ini akan dijelaskan secara
singkat tentang berbagai hal yang terkait dengan penulisan naskah. Dalam uraian
ini akan dijelaskan tentang penulisan naskah media cetak, media audio dan naskah media audio visual. Adapun, untuk naskan media
komputer atau digital serta media aktivitas tidak ada aturan khusus seperti
media audio dan audio visual. Naskah-naskah pada media
tersebut berupa teks biasa yang berisi uraian materi yang menjadi pesan dari
program media bimbingan dan konseling. Naskah-naskah dalam media komputer,
media digital dan elektronik serta media aktivitas ditulis menyesuaikan
karakteristik serta mengikuti format dari masing-masing media tersebut. Hal ini
berbeda dengan media cetak, audio dan
audio visual. Adapun komponen dalam
penulisan naskah, yang juga merupakan tahapan dalam proses penulisan naskah
khususnya untuk media audio dan audio visual akan dijelaskan di bawah ini.
a. Penulisan naskah audio
Bunyi atau suara (seperti musik) merupakan elemen
penting dalam media audio, hal ini tidak lepas dari karakteristik media ini
yang banyak mengandalkan indera telinga sebagai penerima pesan, sehingga bunyi
atau suara yang keluar dari alat media audio adalah pesan atau informasi yang
dapat menstimulus pendengarnya untuk berimajinasi. Oleh sebab itu selayaknyalah
jika program media audio dibuat semenarik mungkin, agar mampu memikat dan
merangsang audiens sebagai pendengar untuk tertarik dan menyimak apa yang
disampaikan oleh media audio tersebut. Demi tujuan terciptanya sebuah program
media bimbingan yang menarik dan mampu memikat dan menstimulus imajinasi subjek
sasaran, menurut Sadiman dkk (2009: 118) pada proses penulisan naskah audio harus memperhatikan beberapa hal
di bawah ini:
1). Tahapan
penulisan naskah audio
Tahapan penulisan naskah audio tidak sekomplit naskah
film. Naskah audio terdiri dari dua
kolom, dengan kolom sebelah kiri hanya seperempat bagian saja yang berisi nama
pelaku dan jenis suara yag harus direkan. Sedangkan yang sebelah kanan berisi
cerita atau materi naskah program media audio.
Komponen yang harus ada dan dapat menjadi tahapan dalam penulisan naskah audio, antara lain adanya tujuan dan
sasaran yang jelas, kemudian sinopsis, treatment,
baru kemudian naskah yang sudah siap rekam atau siap dimainkan oleh pemeran.
2).
Bentuk bahasa dalam penulisan naskah media audio
Bahasa yang digunakan dalam penyusunan naskah audio hendaknya menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti dan familiar di telinga subjek sasaran. Hal ini dikarenakan
bahasa sebagai simbol komunikasi memegang peranan penting dalam menyampaikan
pesan-pesan dari program bimbingan dan konseling. Menurut Sadiman dkk (2009: 118)
bahasa
yang digunakan dalam media audio adalah
bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin
kalimat tunggal, dan pendek
karena yang panjang sulit ditangkap telinga. Kemudian, sedapat mungkin
menghindari istilah-istilah sulit. Jika terpaksa, menggunakan
istilah yang
sulit, maka diberi
penjelasan. Dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari
pendengar karena lebih menarik dan mudah ditangkap, meskipun kadang tidak
sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar.
3).
Format suara dalam naskah media
audio
Hal yang tidak kalah penting ketika membuat naskah
program media audio, adalah musik.
Walaupun musik merupakan pemanis dan pelengkap agar program media bimbingan dan
konseling tersebut tidak membosankan, tetapi keberadaannya menurut Sadiman
(2009: 119) dapat menciptakan suasana. Hal ini tidak lepas dari media audio itu sendiri yang hanya mengandalkan bunyi dan
suara saja. Sehingga keberadaan musik akan membantu menciptakan
suasana, dan pendengar sebagai subjek sasaran tidak akan merasa kering dan
bosan. Oleh sebab itu musik
perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, jangan
diiringi musik yang sedih karena akan terasa janggal. Berikut ini jenis-jenis musik yang digunakan dalam
program media (Sadiman dkk, 2009:
119-121).
a) Musik tema, adalah musik yang
menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema seringkali
diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang
diinginkan itu ingin ditonjolkan musik tema itu diperdengarkan. Musik tema
dapat digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau
musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik pengenal studio
biasanya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat
penutupan acara, sebelum hilang dari udara. Musik pengenal program digunakan
pada awal dan pada akhir suatu program serial. Jadi, setiap kali mendengar
musik itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau diakhiri.
Bila musik tema untuki pengenal tokoh, maka setiap tokoh itu tampil tentu
diawali musik itu.
b) Musik transisi, musik digunakan
sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 10 s/d 20 menit.
Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program.
Seringkali pembuat program yang juga menggunakan musik tema sebagai musik transisi.
c) Musik jembatan (bridge), musik ini merupakan bentuk
khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjebatani dua buah adegan. Musik
ini digunakan bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang
mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan
suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dan diakhiri
dengan suasana gembira.
d) Musik latar belakang, musik ini digunakan
untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat
lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat memberikan variasi,
memberi tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar
belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai
dengan suasana yang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musik
instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah,
ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.
e) Musik smash,
adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini
digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak baik apabila kita
menggunakan musik smash terlalu sering.
4).
Istilah-istilah dalam naskah media audio
Menurut Sadiman dkk (2009: 121-122) ada beberapa
istilah yang harus diketahui dalam pengembangan sebuah program media audio. Istilah-istilah ini terkait
dengan proses produksi sebuah program media audio.
Istilah-istilah tersebut, antara lain:
a)
ANNAOUNCER
(ANN)–
penyiar
yang bertugas memberitahu bahwa suatu acara atau program akan disampaikan.
b) NARRATOR (NAR)- hampir sama dengan
penyiar/announcer, bedanya apa yang
dibaca narrator ini sudah memasuki
materi program. Ia mungkin akan menginformasikan tentang pokok bahasan serta
tujuan yang akan dicapai dalam program. Narrator sering kali ditugaskan
menghubungkan adegan satu dengan adegan lainnya. Menunjukkan kepada sutradara
bahwa di baris itu harus diselipkan musik.
c) SOUND EFFECT (FX)- suara-suara yang akan
dimaksudkan ke dalam program untuk mendukung teciptanya suasana atau situasi
tertentu. FX juga digunakan untuk menunjukkan setting. Misalnya, bunyi kambing
mengembik dan ayam berkotek, menunjukkan bahwa adegan itu terjadi di pedesaan
di dekat kandang kambing dan ayam.
d) FADE IN- petunjuk bagi
sutradara dan pemain/pelaku bahwa harus diciptakan situasi seolah-olah ada
orang datang mendekat. Caranya pelaku harus membaca teks dengan menggerakkan
mulutnya, mula-mula jauh dari mike.
e) FADE OUT- kebalikan dari fade
in. Harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang yang pergi menjauh. Caranya
pelaku harus membaca teks sambil menggerakkan mulutnya menjauhi mike.
f)
OFF MIKE- harus diciptakan
situasi seolah-olah ada orang berbicara dari jauh. Caranya pelaku harus membaca
teksnya dengan menjauhkan mulutnya dari mike.
g) CROSS FADE- dua bunyi yang
berpapasan. Yang berpapasan dapat musik dengan musik, dapat juga musik dengan
FX. Pada saat bunyi pertama diperlemah bunyi kedua musik dengan lemah. Bunyi
pertama makin melemah, bunyi kedua makin menguat, sehingga pada saat bunyi
pertama hilang yang terdengar tinggal bunyi kedua saja.
h) MUSIK- IN-UP-DOWN-OUT, musik dimasukkan
dengan lemah, suara diperkuat, kemudian turun lagi, akhirnya hilang dengan
halus.
i)
MUSIK-
IN-UP-UNDER,
setelah musik diperlemah ditahan terus untuk melatar-belakangi adegan
j)
MUSIK – (Background, Smash, Tema, Transisi, dan Jembatan).
5).
Contoh sederhana naskah media audio
Berikut ini sebuah contoh naskah yang ringkas dan
sederhana, yang dapat dijadikan ilustrasi dalam rangka penulisan sebuah naskah
media audio dalam bimbingan dan konseling.
Contoh
format naskah audio:
No
|
Pemain
/ Jenis Suara
|
Teks
/ Suara
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
MUSIK
TEJO
SURTI
TEJO
SURTI
TEJO
FX
TEJO
Dan Seterusnya
|
IN – UP – DOWN – OUT
Hem, panas benar hari ini. Sebaiknya, kubuka
saja bajuku. Sur........Surti............
(OFF MIKE). Ada apa sih? (FADE IN)
Datang-datang, teriak-teriak kayak manggil orang tuli saja!
Udaranya sangat panas. Saya haus sekali. Mana
minumku.
Kan sudah saya sediakan di atas meja.
Oh iya.
TUTUP GELAS BERGESER DARI GELAS, SUARA ORANG
MINUM.
Wah , segar sekali minumannya.
|
Keterangan:
Pada potongan naskah di atas kata (OFF MIKE)
memberi petunjuk kepada Surti bahwa waktu mengucapkan: “Ada apa sih” Surti
harus manjauhkan mulutnya dari mike, agar
diperoleh kesan kalau
surti ada ditempat yang jauh dari Tejo. Kata (Fade In) pada baris ke-12 itu
juga, dimaksudkan supaya Surti waktu mengucapakan kalimat “datang-datang,...”
menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh dari mike makin lama makin mendekat,
sehingga
akan timbul kesan seolah-olah Surti berjalan mendekati Tejo.
b. Penulisan naskah media audio
visual (film atau video)
Menurut Sadiman dkk (2009: 156) penulisan naskah film maupun
video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Konsep gagasan atau topik, maupun tujuan
yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program
film atau video. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan
menjadi program film atau video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan
sinopsis, treatment, storyboard atau
perangkat gambar cerita, skrip atau naskah program dan skenario atau naskah
produksi. Di bawah ini beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan
naskah audio visual, baik film maupun
video.
1). Komponen
dalam penulisan naskah film atau video
Tahapan penulisan naskah audio visual (film / video) merupakan komponen yang harus ada dalam
sebuah naskah. Naskah audio visual,
baik film maupun video terdiri dari dua kolom yang sama ukurannya. Kolom sebelah kiri berisi urutan gambar yang
harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar, dan kolom sebelah kanan, dituliskan narasi atau
percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang
harus direkam. Komponen yang harus ada dan dapat menjadi tahapan
dalam penulisan naskah media audio visual,
antara lain adanya tujuan dan sasaran yang jelas, kemudian sinopsis, treatment, dan storyboard, dan skrip atau naskah, serta skenario yang sudah siap
dimainkan oleh pemeran.
Keseluruhan komponen penulisan naskah film atau video
yang komplit seperti di atas, sebenarnya juga sudah jarang dilakukan. Karena
umumnya saat ini lebih banyak menggunakan tiga komponen saja sebagai tahapan,
di luar tujuan dan sasaran. Seperti yang dikatakan Biran (dalam Sadiman dkk,
2009: 161) bahwa hanya
terdapat tiga langkah saja dalam teknik penulisan naskah (film maupun video),
yaitu sinopsis, treatment, dan skenario seperti yang dikemukakan Yusach Biran.
Dalam hal ini skrip atau naskah skenario adalah keseluruhan kumpulan bahan yang
tersebut di atas
2).
Teknik pengambilan gambar dalam media audio
visual
Berikut ini ada beberapa teknik pengambilan gambar
yang biasanya sudah terintegrasi dalam sebuah scenario film atau video (Sadiman
dkk: 161). (a) long
shot
(LS), adalah pengambilan yang memperlihatkan latar secara keseluruhan dalam
segala dimensi dan perbandingannya. (b) medium
shot (MS),
adalah pengambilan yang memperlihatkan pokok sasarannya secara lebih dekat
dengan mengesampingkan latar belakang maupun detail yang kurang perlu. (c) close up (CU), pengambilan yang
memfokuskan pada subjek atau bagian tertentu. Lainnya dikesampingkan supaya
perhatian terfokus.
Menurut Sadiman dkk (2009: 161) terkadang di luar ketiga
pengambilan dasar (basic shots)
tersebut orang masih menambahkan dua lagi, yaitu XLS (Extreme Long Shot) dan XCU (Extreme
Close Up). Sedangkan di antara LS dan CU ditambahkan dua lagi, yaitu MLS (Medium Long Shot) di antara LS dan MS,
dan MCU (Medium Close Up) di antara
MS dan CU. Di samping itu terdapat pula petunjuk-petunjuk gerakan kamera,
seperti: (1) menggerakkan
kamera ke kanan (pan right), ke kiri
(pan left), ke atas (tilt up), ke bawah (tilt down). (2) mengatur
pengambilan ke arah close up (zoom in),
ke arah long shot (zoom out). (3) mendorong kamera ke arah
subjek (dolly in) or (track in), dan
menarik kamera menjauhi subjek (dolly
out) or (track out). (4) kamera
mengikuti ke mana perginya subjek (camera
follow).
3).
Bunyi atau suara
Adapun tanda-tanda penggunaan suara semuanya sama
dengan yang dipergunakan dalam naskah audio.
Kemudian pentahapan dari konsep skenario ini bukan merupakan keharusan. Ada
yang menganggap storyboard tidak
perlu sebab koreksi atas kelancaran arus cerita dalam kontinuitas akan
dilaksanakan dalam proses penyuntingan (editing).
Tata cara urutan atau sekuens episode biasanya sudah terikat pada garis
ceritanya atau plotnya. Kadang-kadang kita juga sulit membedakan antara skrip
dan skenario. Hanya terdapat tiga langkah saja dalam teknik penulisan naskah
(film maupun video), yaitu sinopsis, treatment, dan skenario seperti yang
dikemukakan Yusach Biran. Dalam hal ini skrip atau naskah skenario adalah
keseluruhan kumpulan bahan yang tersebut di atas (Sadiman dkk, 2009: 161). Berikut ini contoh
naskah film:
4).
Contoh skenario penulisan naskah audio visual (film / video)
CONTOH
SKENARIO FILM: “Peluncuran Program Media Audio Sekolah”
No
|
Visual
|
Audio
|
Sekuens 1 :
Di depan kompleks sekolah
|
||
1.
2.
3.
4.
|
CU. Bendera Merah Putih berkibar megah
ZOOM OUT perlahan..
Bergerak muncul bayang-bayang umbul-umbul dan
sebagainya hingga nampak tower menara pemancar Radio (CU) , kemudian perlahan
menghilang dan muncul perlahan plakat atau poster sekolah peluncuran media
lalu di CU. Kembali bergerak menuju ruangan pengendali Siaran Media Audio
Sekolah dan sekelilingnya.
FULL VIEW (angle lain)
Depan ruangan pengendali produksi siaran Radio
yang menampilkan kemegahan teknologi, bergantian dengan Tower dan jaringan sound system radio yang terhubung ke
setiap ruang di Sekolah.
CU. Papan nama Media Audio Sekolah. ZOOM IN to
CU tulisan “Radio Metamorfosis”
|
OS MUSIK: Lagu, ars gembira
KOMENTAR: hari ini, Rabu Tanggal 10 Maret tahun 2012. Di tempat ini akan dibuka
lembaran sejarah baru.
KOMENTAR: Sejarah baru dunia pendidikan kita
KOMENTAR:
Di depan Ruang Pengendali Siaran “Radio Metamormosis” .........
|
Sekuens 2 :
Tempat peluncuran – pagi
|
||
1.
2.
|
FULL VIEW (high angle) Media Audio Sekolah
“Radio Metamorfosis”
PAN UP to FULL SHOT upacara yang telah ramai.
Dan seterusnya.......
|
KOMENTAR: .....akan diluncurkan media audio
sekolah yang relevosioner, Radio Pendidikan yang mengusung Motto Perubahan
bagi dunia remaja yang khas.....
|
c. Penulisan naskah
media cetak
Media cetak yang paling umum dikenal adalah buku
teks, buku penuntun, jurnal, majalah, tabloid, buletin, lembaran lepas, stiker
dan poster dan lain sebagainya. Dalam
merancang dan mendesain sebuah program media cetak dalam bimbingan dan
konseling dituntut adanya
enam elemen yang perlu diperhatikan yaitu konsistensi, format, organisasi, daya
tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.
1. Konsistensi, gunakan konsistensi
format dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan cetakan huruf
dan ukuran huruf. Kemudian usahakan untuk konsisten dalam jarak spasi. Jarak
antar judul dan baris pertama serta garis samping supaya sama, dan antara judul
dengan teks utama. Spasi yang tidak sama sering dianggap buruk dan tidak rapih,
oleh karena itu perlu diperhatikan.
2. Format, jika paragraf panjang
sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai, sebaliknya jika paragraf
tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih sesuai. Isi yang berbeda
supaya dipisahkan dan dilabel secara visual. Taktik dan strategi yang berbeda
sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara visual.
3. Organisasi, upayakan untuk selalu
menginformasikan konseli atau pembaca mengenai dimana mereka atau sejauh mana
mereka dalam teks itu. Konseli harus mampu melihat sepintas atau bab berapa
mereka baca. Jika memungkinkan, siapkan piranti yang memberikan orientasi
kepada konseli tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan. Susunlah teks
sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. Kotak-kotak dapat digunakan
untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
4. Daya tarik, perkenalkan setiap bab
atau bagian baru dengan cara yang berbeda. Harapannya dapat memotivasi siswa
untuk membaca terus.
5. Ukuran huruf, pilihlah ukuran huruf
yang sesuai dengan karakteristik klien atau konseli, pesan dan lingkungannya.
Ukuran huruf biasanya dalam poin per inci. Misalnya, ukuran 24 poin perinci.
Ukuran huruf yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah 12
poin. Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena membuat proses
membaca jadi sulit.
6. Ruang atau spasi
kosong,
gunakan spasi kosong (tidak berisi teks) atau gambar untuk menambah kontras.
Hal ini penting untuk memberikan kesempatan pembaca untuk beristirahat pada
titik-titik tertentu pada saat matanya bergerak menyusuri teks. Ruang kosong
dapat berbentuk: Ruangan sekitar judul,
batas tepi (marjin) yang luas memaksa perhatian pembaca untuk masuk ke
tengah halaman, spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi
di antaranya, permulaan paragraf diindentasi, penyesuaian spasi antar baris
atau antar paragraf, sesuaikan/tambahkan spasi antar baris dan antar paragraf
untuk meningkatkan tampilan dan tingkat keterbacaan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menarik
perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak. Warna
digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian pada informasi yang
penting. Misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan warna merah.
Selanjutnya, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring memberikan penekanan
pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi tekanan
dengan menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai penuntun harus
dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar