Rabu, 22 Oktober 2014

Peran Media Audio Visual



D. Peran Media Audio Visual
1.  Perkembangan Televisi
Sebagaimana radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar penelitian yang dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins melalui eksperimennya menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel (Heibert dkk, 1975: 283). Televisi sebagai pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan metode mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company mulai menyelenggarakan acara siaran televis secara reguler. Pada tahun 1939 Presiden Franklin D Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran televisi komersial di Amerika dimulai pada tahun 1940-an (Ardianto dkk, 2009: 135).
Kegiatan penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus 1962 bertepatan dengan berlangsungnya pembukaan Pekan Olah Raga se Asia IV atau Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekarang (Effendy, 1993: 54). Selama tahun 1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala kesederhanaannya.
TVRI yang berada di bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini siarannya sudah dapat menjangkau hampir selurh rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang bersifat komersil. Secara berturut-turut berdiri stasiun televisi Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), /indosiar, TV7, Lativi, Metro TV, Trans TV, Global TV, TV One, dan televisi-televisi daerah yang juga banyak bermunculan. Catatan penting untuk media elektronik saat ini, regulasi terhadap media tersebut tidak bertumpu pada pemerintah saja, melainkan kepada masyarakat melalui dibentuknya Komite Penyiaran Indonesia (KPI) (Ardianto dkk, 2009: 136).

2. Karakteristik Tayangan Televisi
Menurut Ardianto dkk (2009: 137-140) ditinjau dari stimulasi alat indra, televisi melibatkan indera penglihatan dan pendengaran. Adapun karakteristik media televisi, adalah:
a. Audio visual
Televisi memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audio visual). Jadi, apabila khalayak radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara harmonis. Betapa menjengkelkan bila acara televisi terlihat gambarnya tanpa suara, atau suara tanpa gambar.
b. Berpikir dalam gambar
Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses berpiikir dalam gambar. Pertama adalah visualisasi yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi gambar secara individual. Pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga mengandung suatu makna. Objek tersebut bisa manusia, benda, kegiatan dan lain sebagainya (Effendy, 1993). Misalnya dalam naskah disebutkan “seorang gadis yang dilanda duka sedang dduk termenung”, maka visualisasinya adalah gadis dengan wajah sedih duduk di kursi dan tangannya menopang dagu. Tahap kedua merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya mengandung makna tertentu. Kita lihat kembali contoh siaran pendidikan untuk materi biologi tentang proses metamorfosis kupu-kupu. Dalam proses penggambaran ada gerakan-gerakan kamera tertentu yang dapat menghasilkan gambar sangat besar, gambar diambil dari jarak dekat dan lain-lain.
c. Pengoperasian lebih kompleks
Pengoperaian televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk menayangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembaca berita saja dapat melibatkan 10 orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara, pengarah teknik, pengarah studio, pemadu gambar, dua/tiga juru kamera, juru video, audio, juru rias, juru suara dan lain-lain. Peralatan yang digunakannyapun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus dilakukan oleh banyak orang yang terampil dan terlatih.

3. Faktor-faktor Penentu Tayangan Televisi
Karakteristik suatu peristiwa (fakta dan opini) yang laik menjadi berita adalah bahwa fakta dan opini tersebut harus mengandung unsur penting dan menarik. Begitu pula pesan lainnya yang bertujuan menghibur. Tetapi pesan yang akan disampaikan melalui media televisi, memerlukan pertimbangan lain agar pesan tersebut dapat diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan itu menurut Ardianto dkk (2009: 140-142) adalah:
a. Pemirsa
Dalam setiap bentuk komunikasi, melalui media apapun, komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun untuk komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua; kebiasaan wanita bekerja dengan kebiasaan ibu rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan materi pesan dan jam penayangan (Darwanto, 2007).
b. Waktu
Menyesuaikan waktu penayangan dengan minat dan kebiasaan pemirsa. Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan, agar setiap acara dapat ditayangkan secara proporsional dan dapat diterima oleh khalayak sasaran. Misalnya, stasiun televisi RCTI memulai acaranya pukul 05-30 WIB. Dengan siaran “Hikmah Fajar”, yakni acara yang bernafaskan islam. Sekarang timbul pertanyaan, mengapa sepagi itu harus diisi acara seputar islam? Jawabannya jelas sekali, karena orang islam bangun subuh untuk melaksanakan ibadah shalat subuh. Biasanya setelah shalat subuh, mereka mengisi waktu dengan kegiatan ibadah, seperti membaca Al-Quran, zikir atau mendengarkan ceramah agama di mesjid. Jadi penayangan “Hikmah Fajar” itu sudah tepat. Hal ini dilakukan juga oleh stasiun televisi lainnya. Acara anak-anak biasanya disiarkan sore hari sampai menjelang pukul 18.00 WIB, karena pagi dan siang hari anak-anak sekolah, dan diasumsikan dari pukul 18.00 sampai pukul 20.00 belajar. Jadi kalau stasiun televisi pada pukul 20.00 menyiarkan acara untuk orang dewasa, dan ternyata ditonton anak-anak, yang salah adalah orang tuanya. Bagi semua stasiun televisi, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi.
c. Durasi
Durasi berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap tayangan acara. Misalnya, acara “Go Spot” di RCTI berdurasi 30 menit. Acarara “Liputan 6 Pagi” berdurasi 90 menit di SCTV, dan “Empat Mata” di Trans 7 berdurasi 90 menit. Sedangkan untuk acara-acara film bioskop yang diputar di layar televisi pada umumnya berdurasi 120 menit, bahkan film India bisa lebih (mungkin 180 menit). Durasi masing-masing acara disesuaikan dengan jenis acara dan tuntutan skrip atau naskah.
d. Metode penyajian
Telah kita ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk menghibur, selanjutnya adalah informasi. Tetapi tidak berarti fungsi mendidik dan membujuk dapat diabaikan. Fungsi nonhibran dan noninformasi harus tetap ada karena sama pentingnya bagi keperluan kedua pihak, komunikator dan komunikan. Masalahnya sekarang adalah bagaimana caranya agar fungsi mendidik dan membujuk tetap ada, namun tetap diminati pemirsa. Caranya adalah dengan mengemas pesan sedemikian rupa, menggunakan metode penyajian tertentu dimana pesan nonhiburan dapat mengundang unsur hiburan. Misalnya pemerintah melalui Departemen Agama ingin menyampaikan informasi mengenai syarat-syarat administrasi, serta prosedur yang harus dilaksanakan oleh umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji, maka informasi akan lebih baik bila dikemas dengan sandiwara Darwanto, 2007).
e. Tren yang Berkembang
Sukses suatu program acara pada media televisi seringkali diikuti oleh stasiun televisi lainnya dengan acara-acara yang sejenis, ini dinamakan sebagai copycat. Ada juga suatu acara yang sukses di negara asalnya sehingga dibuat versi negara lain, dinamakan franchise. Contoh acara-acara francise adalah “Who Want To Be a Millionaire”, acara “Indonesian Idols”, “Gong Show”, dan lain-lain. Sedangkan contoh acara-acara copycat adalah “Hidayah”, “Jalan Illahi”, “Pintu Hidayah”, yang meniru “Rahasia Illai” TPI, “Rejeki Nomplok”, “lunas”, “Tolong” dan sebagainya meniru “Uang Kaget” RCTI, dan masih banyak lagi.

4. Peran Televisi dalam Program Bimbingan Konseling Islam
Menurut Ardianto dkk (2009:134) dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Fungsi televisi sama dengan media massa lainnya, yakni memberikan informasi, mendidik, menghibur dan membujuk. Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi sebagaimana hasil-hasil penelitian menemukan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh informasi (Ardianto dkk, 2009: 137). Bagaimana televisi dapat menjadi bagian dari program bimbingan konseling, adalah sesuatu yang otomatis prosesnya. Artinya siaran televisi yang menayangkan berbagai program acara tersebut secara otomatis telah membantu program layanan bimbingan konseling. Hal ini tidak lepas dari muatan acara yang ditawarkan sedikitnya mengandung unsur-unsur pendidikan yang memiliki nilai mendidik, membimbing dan mengarahkan pemirsanya untuk mengetahui informasi, memahami pengetahuan dan melakukan tindakan perubahan dan perbaikan bagi sikap dan perilakunya, karena mendapatkan model-model karakter ideal yang dilihatnya di televisi.
Di samping itu, dengan peran otomatis televisi sebagai sarana membantu progam bimbingan konseling, secara tidak langsung telah mencakup keempat bidang cakupan jenis layanan bimbingan konseling (Nurihsan, 2007):
a)       Bidang bimbingan pribadi adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan keimanan, porensi diri, bakat, minat pemahaman kelemahan diri, kemampuan pengambilan keputusan sehingga dapat merencanakan kehidupan yang sehat. Bidang ini dapat dicapai melalui tayangan televisi seperti tausiah yang biasanya berlangsung setelah shalat subuh,  Atau acara pengajian akbar oleh pembicara terkenal. Bisa juga melalui tayangan-tayang reality show yang menyajikan profil-profil pribadi yang dapat menjadi mode untuk instrospeksi diri.
b)       Bidang bimbingan sosial adalah bidang yang meliputi kemampuan yang berkomunikasi, berargu mentasi, bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di rumah dan masyarakat. Bidang ini dapat diperoleh melalui acara-acara diskusi, talk show atau debat yang menampilkan tokoh-tokoh yang pandai orasi, dengan harapan dapan menjadi inspirasi untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya. Serta acara-acara lainnya yang mengandung unsur hubungan sosial masyarakat seperti potret kehidupan di sebuah perkampungan nelayan atau daerah-daerah yang penduduknya rata-rata memiliki potensi kreativitas yang tinggi.
c)       Bidang bimbingan belajar adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif, penguasaan materi, program belajar di sekolah sesuai dengan kondisi psikis, sosial budaya yang ada dimasyarakatnya. Bidang ini tentunya sangat banyak sekali acara tayangan televisi yang mengulas berbagai ilmu pengetahuan.
d)       Bidang bimbingan karier adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan dan dipilih. bidang ini dapat diperoleh melalui tayangan profil orang-orang sukses meniti karirnya, sehingga menambah wawasan tentang karier yang akan digeluti siswa-siswinya kelak.
Tugas konselor di sini berkoordinasi dengan keluarga siswa-siswinya untuk mengontrol jenis tayangan yang ditonton. Guru bimbingan dan konseling dapat merekomendasikan jenis tontonan yang memiliki muatan bimbingan konseling kepada orang tua muridnya, agar anaknya selalu menonton acara yang direkomendasikan, serta membuat laporannya. Misalnya acara tausiah yang dapat menjadi program peningkatan keimanan dan perbaikan sikap dan perilaku murid.
Jadi, kesimpulannya bahwa media televisi berperan secara otomatis dalam mendukung program bimbingan konseling islam. Hal ini disebabkan karena televisi itu sendiri sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi pola hidup kebiasaan untuk menikmati tayangan-tayangan televisi. Di samping itu, karena memang faktor biaya yang tidak memungkinkan bagi sekolah untuk mendirikan sendiri stasiun televisi, karena sangat mahal, dan kompleks.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar