D. Peran Media Audio Visual
1. Perkembangan
Televisi
Sebagaimana
radio siaran, penemuan televisi telah melalui berbagai eksperimen yang
dilakukan oleh para ilmuwan akhir abad 19 dengan dasar penelitian yang
dilakukan oleh James Clark Maxwell dan Heinrich Hertz, serta penemuan Marconi
pada tahun 1890. Paul Nipkow dan William Jenkins melalui eksperimennya
menemukan metode pengiriman gambar melalui kabel (Heibert dkk, 1975: 283).
Televisi sebagai pesawat transmisi dimulai pada tahun 1925 dengan menggunakan
metode mekanikal dari Jenkins. Pada tahun 1928 General Electronic Company mulai
menyelenggarakan acara siaran televis secara reguler. Pada tahun 1939 Presiden
Franklin D Roosevelt tampil di layar televisi. Sedangkan siaran televisi
komersial di Amerika dimulai pada tahun 1940-an (Ardianto dkk, 2009: 135).
Kegiatan
penyiaran melalui media televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 24 Agustus
1962 bertepatan dengan berlangsungnya pembukaan Pekan Olah Raga se Asia IV atau
Asean Games di Senayan. Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang
disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (station call) hingga sekarang (Effendy, 1993: 54). Selama tahun
1962-1963 TVRI berada di udara rata-rata satu jam sehari dengan segala
kesederhanaannya.
TVRI yang
berada di bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini siarannya sudah dapat
menjangkau hampir selurh rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar 210 juta jiwa.
Sejak tahun 1989 TVRI mendapat saingan televisi siaran lainnya, yakni Rajawali
Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang bersifat komersil. Secara berturut-turut
berdiri stasiun televisi Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan
Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), /indosiar, TV7, Lativi, Metro TV,
Trans TV, Global TV, TV One, dan televisi-televisi daerah yang juga banyak
bermunculan. Catatan penting untuk media elektronik saat ini, regulasi terhadap
media tersebut tidak bertumpu pada pemerintah saja, melainkan kepada masyarakat
melalui dibentuknya Komite Penyiaran Indonesia (KPI) (Ardianto dkk, 2009: 136).
2. Karakteristik Tayangan Televisi
Menurut
Ardianto dkk (2009: 137-140) ditinjau dari stimulasi alat indra, televisi
melibatkan indera penglihatan dan pendengaran. Adapun karakteristik media
televisi, adalah:
a. Audio visual
Televisi
memiliki kelebihan, yakni dapat didengar sekaligus dapat dilihat (audio visual). Jadi, apabila khalayak
radio siaran hanya mendengar kata-kata, musik dan efek suara, maka khalayak
televisi dapat melihat gambar yang bergerak. Namun demikian, tidak berarti gambar
lebih penting daripada kata-kata. Keduanya harus ada kesesuaian secara
harmonis. Betapa menjengkelkan bila acara televisi terlihat gambarnya tanpa
suara, atau suara tanpa gambar.
b. Berpikir dalam gambar
Ada dua
tahap yang dilakukan dalam proses berpiikir dalam gambar. Pertama adalah
visualisasi yakni menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan yang menjadi
gambar secara individual. Pengarah acara harus berusaha menunjukkan objek-objek
tertentu menjadi gambar yang jelas dan menyajikannya sedemikian rupa, sehingga
mengandung suatu makna. Objek tersebut bisa manusia, benda, kegiatan dan lain
sebagainya (Effendy, 1993). Misalnya dalam naskah disebutkan “seorang gadis
yang dilanda duka sedang dduk termenung”, maka visualisasinya adalah gadis
dengan wajah sedih duduk di kursi dan tangannya menopang dagu. Tahap kedua
merangkai gambar-gambar individual sedemikian rupa, sehingga kontinuitasnya
mengandung makna tertentu. Kita lihat kembali contoh siaran pendidikan untuk
materi biologi tentang proses metamorfosis kupu-kupu. Dalam proses penggambaran
ada gerakan-gerakan kamera tertentu yang dapat menghasilkan gambar sangat
besar, gambar diambil dari jarak dekat dan lain-lain.
c. Pengoperasian lebih kompleks
Pengoperaian
televisi siaran lebih kompleks dan lebih banyak melibatkan orang. Untuk
menayangkan acara siaran berita yang dibawakan oleh dua orang pembaca berita
saja dapat melibatkan 10 orang. Mereka terdiri dari produser, pengarah acara,
pengarah teknik, pengarah studio, pemadu gambar, dua/tiga juru kamera, juru
video, audio, juru rias, juru suara dan lain-lain. Peralatan yang
digunakannyapun lebih banyak dan untuk mengoperasikannya lebih rumit dan harus
dilakukan oleh banyak orang yang terampil dan terlatih.
3. Faktor-faktor Penentu Tayangan Televisi
Karakteristik
suatu peristiwa (fakta dan opini) yang laik menjadi berita adalah bahwa fakta
dan opini tersebut harus mengandung unsur penting dan menarik. Begitu pula
pesan lainnya yang bertujuan menghibur. Tetapi pesan yang akan disampaikan
melalui media televisi, memerlukan pertimbangan lain agar pesan tersebut dapat
diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan itu
menurut Ardianto dkk (2009: 140-142) adalah:
a. Pemirsa
Dalam
setiap bentuk komunikasi, melalui media apapun, komunikator akan menyesuaikan
pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun untuk komunikasi melalui media
elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih.
Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang
termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua; kebiasaan wanita
bekerja dengan kebiasaan ibu rumah tangga. Hal ini berkaitan dengan materi
pesan dan jam penayangan (Darwanto, 2007).
b. Waktu
Menyesuaikan
waktu penayangan dengan minat dan kebiasaan pemirsa. Faktor waktu menjadi bahan
pertimbangan, agar setiap acara dapat ditayangkan secara proporsional dan dapat
diterima oleh khalayak sasaran. Misalnya, stasiun televisi RCTI memulai
acaranya pukul 05-30 WIB. Dengan siaran “Hikmah Fajar”, yakni acara yang
bernafaskan islam. Sekarang timbul pertanyaan, mengapa sepagi itu harus diisi
acara seputar islam? Jawabannya jelas sekali, karena orang islam bangun subuh
untuk melaksanakan ibadah shalat subuh. Biasanya setelah shalat subuh, mereka
mengisi waktu dengan kegiatan ibadah, seperti membaca Al-Quran, zikir atau
mendengarkan ceramah agama di mesjid. Jadi penayangan “Hikmah Fajar” itu sudah
tepat. Hal ini dilakukan juga oleh stasiun televisi lainnya. Acara anak-anak
biasanya disiarkan sore hari sampai menjelang pukul 18.00 WIB, karena pagi dan
siang hari anak-anak sekolah, dan diasumsikan dari pukul 18.00 sampai pukul
20.00 belajar. Jadi kalau stasiun televisi pada pukul 20.00 menyiarkan acara
untuk orang dewasa, dan ternyata ditonton anak-anak, yang salah adalah orang
tuanya. Bagi semua stasiun televisi, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB
dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah
seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi.
c. Durasi
Durasi
berkaitan dengan waktu, yakni jumlah menit dalam setiap tayangan acara.
Misalnya, acara “Go Spot” di RCTI berdurasi 30 menit. Acarara “Liputan 6 Pagi”
berdurasi 90 menit di SCTV, dan “Empat Mata” di Trans 7 berdurasi 90 menit.
Sedangkan untuk acara-acara film bioskop yang diputar di layar televisi pada
umumnya berdurasi 120 menit, bahkan film India bisa lebih (mungkin 180 menit).
Durasi masing-masing acara disesuaikan dengan jenis acara dan tuntutan skrip
atau naskah.
d. Metode penyajian
Telah kita
ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk
menghibur, selanjutnya adalah informasi. Tetapi tidak berarti fungsi mendidik
dan membujuk dapat diabaikan. Fungsi nonhibran dan noninformasi harus tetap ada
karena sama pentingnya bagi keperluan kedua pihak, komunikator dan komunikan.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana caranya agar fungsi mendidik dan membujuk
tetap ada, namun tetap diminati pemirsa. Caranya adalah dengan mengemas pesan
sedemikian rupa, menggunakan metode penyajian tertentu dimana pesan nonhiburan
dapat mengundang unsur hiburan. Misalnya pemerintah melalui Departemen Agama
ingin menyampaikan informasi mengenai syarat-syarat administrasi, serta
prosedur yang harus dilaksanakan oleh umat Islam yang akan menunaikan ibadah
haji, maka informasi akan lebih baik bila dikemas dengan sandiwara Darwanto,
2007).
e. Tren yang Berkembang
Sukses
suatu program acara pada media televisi seringkali diikuti oleh stasiun
televisi lainnya dengan acara-acara yang sejenis, ini dinamakan sebagai copycat. Ada juga suatu acara yang
sukses di negara asalnya sehingga dibuat versi negara lain, dinamakan franchise. Contoh acara-acara francise adalah “Who Want To Be a
Millionaire”, acara “Indonesian Idols”, “Gong Show”, dan lain-lain. Sedangkan
contoh acara-acara copycat adalah
“Hidayah”, “Jalan Illahi”, “Pintu Hidayah”, yang meniru “Rahasia Illai” TPI,
“Rejeki Nomplok”, “lunas”, “Tolong” dan sebagainya meniru “Uang Kaget” RCTI,
dan masih banyak lagi.
4. Peran Televisi dalam Program Bimbingan Konseling Islam
Menurut
Ardianto dkk (2009:134) dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang
paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Fungsi televisi sama dengan media
massa lainnya, yakni memberikan informasi, mendidik, menghibur dan membujuk.
Tetapi fungsi menghibur lebih dominan pada media televisi sebagaimana
hasil-hasil penelitian menemukan bahwa pada umumnya tujuan utama khalayak
menonton televisi adalah untuk memperoleh hiburan, selanjutnya untuk memperoleh
informasi (Ardianto dkk, 2009: 137). Bagaimana televisi dapat menjadi bagian
dari program bimbingan konseling, adalah sesuatu yang otomatis prosesnya.
Artinya siaran televisi yang menayangkan berbagai program acara tersebut secara
otomatis telah membantu program layanan bimbingan konseling. Hal ini tidak
lepas dari muatan acara yang ditawarkan sedikitnya mengandung unsur-unsur
pendidikan yang memiliki nilai mendidik, membimbing dan mengarahkan pemirsanya
untuk mengetahui informasi, memahami pengetahuan dan melakukan tindakan perubahan
dan perbaikan bagi sikap dan perilakunya, karena mendapatkan model-model
karakter ideal yang dilihatnya di televisi.
Di samping
itu, dengan peran otomatis televisi sebagai sarana membantu progam bimbingan
konseling, secara tidak langsung telah mencakup keempat bidang cakupan jenis
layanan bimbingan konseling (Nurihsan, 2007):
a)
Bidang
bimbingan pribadi adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan
keimanan, porensi diri, bakat, minat pemahaman kelemahan diri, kemampuan
pengambilan keputusan sehingga dapat merencanakan kehidupan yang sehat. Bidang
ini dapat dicapai melalui tayangan televisi seperti tausiah yang biasanya
berlangsung setelah shalat subuh, Atau
acara pengajian akbar oleh pembicara terkenal. Bisa juga melalui
tayangan-tayang reality show yang
menyajikan profil-profil pribadi yang dapat menjadi mode untuk instrospeksi
diri.
b)
Bidang
bimbingan sosial adalah bidang yang meliputi kemampuan yang
berkomunikasi, berargu mentasi, bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan yang
berlaku di rumah dan masyarakat. Bidang ini dapat diperoleh melalui acara-acara
diskusi, talk show atau debat yang menampilkan tokoh-tokoh yang pandai orasi,
dengan harapan dapan menjadi inspirasi untuk mengembangkan kemampuan
komunikasinya. Serta acara-acara lainnya yang mengandung unsur hubungan sosial
masyarakat seperti potret kehidupan di sebuah perkampungan nelayan atau
daerah-daerah yang penduduknya rata-rata memiliki potensi kreativitas yang
tinggi.
c)
Bidang
bimbingan belajar adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan sikap
dan kebiasaan belajar yang efektif, penguasaan materi, program belajar di
sekolah sesuai dengan kondisi psikis, sosial budaya yang ada dimasyarakatnya.
Bidang ini tentunya sangat banyak sekali acara tayangan televisi yang mengulas
berbagai ilmu pengetahuan.
d)
Bidang
bimbingan karier adalah bidang bimbingan yang meliputi pemantapan
pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan
dan dipilih. bidang ini dapat diperoleh melalui tayangan profil orang-orang
sukses meniti karirnya, sehingga menambah wawasan tentang karier yang akan
digeluti siswa-siswinya kelak.
Tugas
konselor di sini berkoordinasi dengan keluarga siswa-siswinya untuk mengontrol
jenis tayangan yang ditonton. Guru bimbingan dan konseling dapat
merekomendasikan jenis tontonan yang memiliki muatan bimbingan konseling kepada
orang tua muridnya, agar anaknya selalu menonton acara yang direkomendasikan,
serta membuat laporannya. Misalnya acara tausiah yang dapat menjadi program
peningkatan keimanan dan perbaikan sikap dan perilaku murid.
Jadi,
kesimpulannya bahwa media televisi berperan secara otomatis dalam mendukung
program bimbingan konseling islam. Hal ini disebabkan karena televisi itu
sendiri sudah menjadi kebutuhan masyarakat dan menjadi pola hidup kebiasaan
untuk menikmati tayangan-tayangan televisi. Di samping itu, karena memang
faktor biaya yang tidak memungkinkan bagi sekolah untuk mendirikan sendiri
stasiun televisi, karena sangat mahal, dan kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar