Rabu, 22 Oktober 2014

PROGRAM MEDIA BIMBINGAN KONSELING



PENGEMBANGAN & PEMBUATAN PROGRAM MEDIA BIMBINGAN KONSELING ISLAM

A. PENYUSUNAN RANCANGAN PEMBUATAN PROGRAM MEDIA

1. Pengertian
Pembuatan program media bimbingan konseling islam hendaknya dapat dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang teliti. Dalam membuat perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab. Pertama, mengapa ingin membuat program media? Apakah program media tersebut ada kaitannya dengan masalah bimbingan dan konseling dan apakah ada kaitannya dengan tujuan bimbingan dan konseling? Untuk siapa program tersebut, anak-anak, remaja, dewasa, lansia, individu atau kelompok masyarakat? Kalau sudah dapat menentukan siapa yang menjadi sasaran program media, maka masih perlu dipertanyakan karakteristik sasarannya, benarkah program media tersebut dibutuhkan? Perubahan perilaku apa yang diharapkan pada sasaran. Kemudian yang terakhir yang perlu dipikirkan adalah materi yang perlu disajikan melalui media itu agar perubahan yang ingin dicapai terwujud. Kemudian bagaimana urutan materi itu disajikan?.
2. Analisis Kebutuhan dan Karakteristik Konseli
Kebutuhan adalah kesenjangan antara kemampuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki saat ini dengan kemampuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan. Jika kemampuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki konseli saat ini masih jauh dari harapan. Misalnya, pretasi akademiknya masih sangat kurang atau rata-rata, keterampilan komputer dan keahlian lainnya masih sangat minim. Begitu juga dengan sikap, bila yang diinginkan adalah tingkat kerajinan yang tinggi, kebersihan, dan perilaku adaptif, sedangkan kenyataannya siswa sebagai konseli masih banyak yang suka terlambat, buang sampah sembarangan serta males datang ke perpustakaan, maka indikasinya masih ada kesenjangan kebutuhan konseli.
3. Perumusan Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Tujuan dapat memberi arah bagi tindakan yang kita lakukan. Tujuan juga dapat menjadi tolak ukur dari tindakan kita, apakah sudah benar atau salah, berhasil atau tidak. Dalam proses bimbingan dan konseling islam, tujuan adalah faktor yang sangat penting. Tujuan dapat memberi arah kemana konseli akan pergi, bagaimana ia harus pergi, dan bagaimana ia tahu kalau sudah sampai tujuan?. Tujuan ini merupakan pernyataan yang menunjukkan perilaku yang harus dapat dilakukan konseli setelah mengikuti proses bimbingan konseling tertentu. Misalnya konseli di beri gambar model individu yang rajin, pandai dan berprestasi, maka konseli diharapkan dapat meniru gambar model yang disajikan. Dengan tujuan seperti itu, baik konselor maupun konseli dapat mengetahui dengan pasti perilaku apa yang harus dirubah, dan perilaku bagaimana yang tepat setelah proses instruksional selesai. Dengan tujuan yang jelas seperti tersebut di atas, konselor dapat menentukan materi dan teknik yang tepat untuk disampaikan supaya tujuan tercapai. Dengan tujuan itu pula konselor dapat menentukan alat pengukur yang tepat untuk menilai apakah konseli berhasil mencapai tujuan atau belum. Sebuah tujuan lengkap mempunyai empat unsur yang disebut ABCD:
(A)     Audience         : Harus jelas siapa sasarannya.
(B)     Behavior          : Harus menyatakan dengan jelas perilaku apa yang diharapkan dapat dilakukan konseli pada akhir kegiatan.
(C)    Condition         : “Tujuan harus jelas menyebutkan dalam kondisi bagaimana konseli diharapkan menam[ilkan kemampuan/keterampilannya.
(D)    Degree            : Tujuan harus secara jelas menyebutkan tingkat keberhasilan yang diharapkan dapat dicapai konseli.
Contoh tujuan yang lengkap: “hampir seluruh siswa kelas sebelas memiliki nilai akademis di atas rata-rata dan prestasi di bidang lainnya juga meningkat. Hal ini disebabkan karena mereka dapat belajar secara cerdas dengan cara efektif dan efisien. Kemampuan mereka ini terbentuk setelah mereka ketika pertama kali masuk sebagai siswa baru diberi modul serta pelatihan teknik-teknik belajar yang efektif”. Contoh tujuan ini dianggap lengkap karena mengandung: (Audience) seluruh siswa baru yang pernah mendapat pelatihan belajar efektif. (Behavior) dapat belajar secara cerdas dengan cara efektif dan efisien. (Condition) diberi modul dan pelatihan teknik-teknik belajar efektif. (Degree) prestasi akademik di atas rata-rata dan prestasi di bidang lainnya juga meningkat.
4. Pengembangan konsep materi
Untuk dapat mengembangkan bahan materi yang mendukung tercapainya tujuan yang telah dirumuskan, maka harus dianalisis lebih lanjut. Caranya adalah mengurai kembali pengetahuan, kemampuan serta keterampilan apa saja yang harus dimiliki oleh konseli. Sehingga dengan penguraian tersebut kita dapat menyusun konsep teoritis dari bahan yang akan kita sajikan. Konsep materi tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang relevan dan jelas landasan teoritisnya. Semakin banyak sumber yang diperoleh maka akan semakin mudah menyusun konsep materi yang ideal untuk program media bimbingan konseling islam.
Setelah daftar pokok-pokok bahan materi tersebut diperoleh, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan urutan penyajian yang logis, artinya dari yang sederhana ke yang rumit atau dari yang konkrit ke yang abstrak. Dalam menyusun urutan penyajian ini perlu diperhatikan adanya keterampilan atau kemampuan yang saling tergantung, artinya suatu keterampilan atau kemampuan baru dapat dipelajari setelah kemampuan atau keterampilan tertentu yang lain dikuasai. Maksudnya kemampuan yang satu menjadi prasyarat untuk dapat dipelajarinya kemampuan yang lain.
5. Perumusan alat ukur keberhasilan
Dalam program media bimbingan konseling islam tertentu mungkin perlu untuk mengkaji apakah tujuan dapat dicapai atau tidak pada akhir kegiatan. Untuk keperluan tersebut perlu adanya suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan konseli. Alat ukur keberhasilan ini perlu dirancang dan dikembangkan secara seksama dan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai serta sesuai dengan pokok-pokok bahan materi yang akan disajikan. Seyogyanya dikembangkan sebelum naskah program media ditulis atau sebelum kegiatan program media bimbingan konseling islam dilaksanakan. Alat ukur ini dapat berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek penilaian yang berupa angket atau quesioner.
Hal yang diukur atau dievaluasi adalah tingkat pengetahuan atau pemahaman, keterampilan serta kemampuan atau dapat juga sikap konseli yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki konseli sebagai hasil kegiatan program media bimbingan konseling islam. Adapun pelaksanaan pengukuran dilakukan setelah program media selesai dilakukan. Ada juga yang dilakukan sebelum dan sesudah program media dilaksanakan. Untuk beberapa kegiatan tertentu seperti pelatihan atau dinamika psikologis konseli, seperti tingkat emosional, asertivitas, kemandirian, dan lain sebagainya sebaiknya memang dilakukan pretest awal dengan alat ukur yang telah dibuat tersebut, baru kemudian pasca program dites ulang dengan alat ukur yang sama. Hal ini agar dapat diketahui dengan mudah hasil dari kegiatan program tersebut apakah ada peningkatan atau tidak, dari sebelum mendapatkan program media bimbingan konseling islam dengan sesudah mendapatkan program tersebut.



6. Asesmen
Perencanaan program media bimbingan konseling juga tidak lepas dari proses asesmen. Asesmen ini tidak mutlak dilakukan, karena tidak semua program media bimbingan konseling islam membutuhkan proses ini, dengan lima elemen proses tersebut di atas sebenarnya sudah cukup, tetapi jika memang diperlukan, maka tidak ada salahnya asesmen lebih lanjut dapat dilakukan. Proses asesmen ini juga akan membantu proses perancangan media yang tepat bagi program bimbingan konseling islam. Apalagi permasalahan yang akan dihadapi oleh subjek atau konseli tidak hanya seputar masalah belajar, tetapi juga permasalahan individual yang sangat kompleks, unik dan berbeda antara satu konseli dengan konseli lainnya. Oleh sebab itu asesmen sangat dianjurkan. Proses asesmen dapat memberikan keuntungan dalam perancangan program media bimbingan konseling. Keuntungan ini berkaitan dengan fungsinya, selain dapat memberikan pendekatan yang sistematik untuk memperoleh dan mengorganisasi informasi yang relevan tentang konseli/klien, juga mengidentifikasi peristiwa-peristiwa apa yang memberi kontribusi pada timbulnya masalah konseli/klien.

B. PENULISAN NASKAH
1. Pengertian
                Dalam  tahap ini pokok-pokok materi perlu diuraikan lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada seluruh konseli. Penyajian ini dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi tersebut dapat disampaikan melalui media itu, meteri tersebut perlu dituangkan dalam tulisan dan atau gambar yang kita sebut naskah program media. Naskah program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Artinya, naskah tersebut menjadi penuntun kita dalam mengambil gambar dan merekam suara. Naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan suara yang harus direkam.
                Pada umumnya, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio (radio dan kaset atau compact disc) kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Pada naskah film, dan video/tv lembaran naskah itu dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar itu. Pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca apakah gambar harus diambil dalam close up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari jauh mendekat, dan sebaliknya, hal-hal seperti itu dijelaskan juga dikolom sebelah kiri. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku, serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam menulis naskah semua informasi yang tidak akan disuarakan oleh pelaku harus ditulis dengan huruf besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis dengan huruf kecil.
2. Treatment
                Sebelum naskah ditulis, kita harus menuliskan treatment-nya dulu. Treatment adalah uraian berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program. Dengan membaca treatment kita akan dapat mempunyai gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. Sebuah treatment yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan gambaran suasana dari program media itu. Treatment ini biasanya digunakan oleh penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Jika treatment disetujui, maka digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
Contoh: “Program diawali dengan munculnya seorang konseli yang sedang memegang kamera. Dari jauh ia kelihatan sedang mengamati kamera itu; nampaknya sedang mencari-cari sesuatu. Setelah di zoom in ke medium shot nampak jelas bahwa ia sedang mencari-cari bagaimana cara membuka kamera itu untuk mengisi filmnya. Pada saat ia menemukan kunci pembuka itu dan penutup kamera sudah mulai terbuka, gambar di close up pada tangan dan kamera itu”. Gambar ditahan dan disuper-impose dengan grafis yang berbunyi “Bagaimana memasang film?” Gambar ditahan terus sehingga credit title habis. Dari awal sampai credit title habis musik mengiringi sebagai latar belakang.
3. Penulisan Naskah
a. Penulisan Naskah Audio
                Media audio adalah sebuah media yang mangandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, suatu program audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara dapat merangsang pendengar berimajinasi sehingga dapat memvisualkan pesan-pesan yang ingin kita sampaikan. Berikut ini yang perlu kita ikuti bila menulis naskah media audio.
1). Bahasa : Bahasa yang digunakan dalam media audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat-kalimat yang pendek karena yang panjang sulit ditangkap telinga. Sedapat mungkin menghindari istilah-istilah sulit. Jika terpaksa, istilah itu perlu diberi penjelasan. Siswa mendengar kata yang tidak diketahui cenderung untuk memikirkannya terus, akibatnya kehilangan konsentrasi dalam memdengarkan. Dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar karena lebih menarik dan mudah ditangkap, meskipun kadang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar.
2). Musik dalam program audio : Program audio hanya mengandalkan bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan mendengarkan dan tidak terasa kering, kita perlu menggunakan musik. Fungsi musik yang utama ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, jangan diiringi musik yang sedih karena akan terasa janggal. Berikut ini jenis musik yang digunakan:
a)       Musik tema, adalah musik yang menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema seringkali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi yang diinginkan itu ingin ditonjolkan musik tema itu diperdengarkan. Musik tema dapat digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik  pengenal studio biasanya digunakan setiap kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang dari udara. Musik pengenal program digunakan pada awal dan pada akhir suatu program serial. Jadi, setiap kali mendengar musik itu kita akan mengetahui bahwa program itu sudah dimulai atau diakhiri. Bila musik tema untuki pengenal tokoh, maka setiap tokoh itu tampil tentu diawali musik itu.
b)       Musik transisi, musik digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 10 s/d 20 menit. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari program. Seringkali pembuat program yang juga menggunakan musik tema sebagai musik transisi.
c)        Musik jembatan (bridge), musik ini merupakan bentuk khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjebatani dua buah adegan. Musik ini digunakan bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dan diakhiri dengan suasana gembira.

d)       Musik latar belakang, musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat memberikan variasi, memberi tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih yang betul-betul sesuai dengan suasana yang ingin diciptakan. Musik pengiring biasanya musik instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras, terlalu lemah, ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.
e)       Musik smash, adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak baik apabila kita menggunakan musik smash terlalu sering.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam naskah audio:
1)       ANNAOUNCER (ANN) – penyair yang bertugas memberitahu bahwa sesuatu acara atau sesuatu program akan disampaikan.
2)       NARRATOR (NAR)- hampir sama dengan penyiar/announcer, bedanya apa yang dibaca narrator ini sudah memasuki materi program. Ia mungkin akan menginformasikan tentang pokok bahasan serta tujuan yang akan dicapai dalam program. Narrator sering kali ditugaskan menghubungkan adegan satu dengan adegan lainnya. Menunjukkan kepada sutradara bahwa di baris itu harus diselipkan musik.
3)       SOUND EFFECT (FX)- suara-suara yang akan dimaksudkan ke dalam program untuk mendukung teciptanya suasana atau situasi tertentu. FX juga digunakan untuk menunjukkan setting. Misalnya, bunyi kambing mengembik dan ayam berkotek, menunjukkan bahwa adegan itu terjadi di pedesaan di dekat kandang kambing dan ayam.
4)       FADE IN- petunjuk bagi sutradara dan pemain/pelaku bahwa harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang datang mendekat. Caranya pelaku harus membaca teks dengan menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh dari mike.
5)       FADE OUT- kebalikan dari fade in. Harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang yang pergi menjauh. Caranya pelaku harus membaca teks sambil menggerakkan mulutnya menjauhi mike.
6)       OFF MIKE- harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang berbicara dari jauh. Caranya pelaku harus membaca teksnya dengan menjauhkan mulutnya dari mike.
7)       CROSS FADE- dua bunyi yang berpapasan. Yang berpapasan dapat musik dengan musik, dapat juga musik dengan FX. Pada saat bunyi pertama diperlemah bunyi kedua musik dengan lemah. Bunyi pertama makin melemah, bunyi kedua makin menguat, sehingga pada saat bunyi pertama hilang yang terdengar tinggal bunyi kedua saja.
8)       MUSIK- IN-UP-DOWN-OUT, musik dimasukkan dengan lemah, suara diperkuat, kemudian turun lagi, akhirnya hilang dengan halus.
9)       MUSIK- IN-UP-UNDER, setelah musik diperlemah ditahan terus untuk melatar-belakangi adegan
10)    MUSIK – (Background, Smash, Tema, Transisi, dan Jembatan).
Contoh format naskah audio:
No
Pemain / Jenis Suara
Teks / Suara
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.
MUSIK

TEJO

SURTI

TEJO

SURTI

TEJO

FX

TEJO

Dan Seterusnya
IN – UP – DOWN – OUT

Hem, panas benar hari ini. Sebaiknya, kubka saja bajuku. Sur........Surti............

(OFF MIKE). Ada apa sih? (FADE IN) Datang-datang, teriak-teriak kayak manggil orang tuli saja!

Udaranya sangat panas. Saya haus sekali. Mana minumku.

Kan sudah saya sediakan di atas meja.

Oh iya.

TUTUP GELAS BERGESER DARI GELAS, SUARA ORANG MINUM.

Wah , segar sekali minumannya.
Keterangan:
Pada potongan naskah di atas kata (OFF MIKE) memberi petunjuk kepada Surti bahwa waktu mengucapkan: “Ada apa sih” Surti harus manjauhkan mulutnya dari mike. Dengan demikian akan diperoleh kesan bahwa surti ada ditempat yang berjauhan dari Tejo. Kata (Fade In) pada baris ke-12 itu juga, dimaksudkan supaya Surti waktu mengucapakan kalimat “datang-datang,...” menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh dari mike makin lama makin mendekat. Dengan demikian akan timbul kesan seolah-olah Surti berjalan mendekati Tejo.
b. Penulisan naskah film/video
Penulisan naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara praktis merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi. Penulisan naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan. Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam praktek, rangkaian kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara bertahap dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau naskah program dan skenario atau naskah produksi. Di bawah ini kita bahas satu per satu tahap-tahap kegiatan penulisan naskah.
1. Sinopsis : Dalam praktik, sinopsis diperlukan untuk memberikan gambaran secara ringkas dan padat tentang tema atau pokok materi yang akan digarap. Tujuan utamanya adalah mempermudah pemesan menangkap konsepnya, mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapainya, dan menentukan persetujuannya.
2. Treatment : Agak berbeda dengan sinopsis, treatment mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa nantinya akan digarap sebagai ilustrasi pembanding, di bawah ini akan dapat anda ikuti beda antara suatu sinopsis dan treatment yang dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”.
Sinopsis: “episode menggambarkan kecelakaan kapal ‘impian’. Dua orang, kakek dan cucu berhasil menyelamatkan diri ke pantai pulau karang”.
Treatment: Cerita diawali dengan fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang sepi dan gersang. Di kejauhan masih tampak samar-samar bangkai kapal “impian” yang terdampar. Dua sosok tubuh kelihatan bergelantungan pada sebilah papan yang terapung-apung tidak jauh dari tampat kejadian. Dengan susah payah mereka mulai berenang-renang menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju pantai pulau karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut yang kini telah mulai reda, dan seterusnya”.


3. Stroryboard : Rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atau sketsa sederhana pada kartu berukuran lebih kurang 8x12 cm. Tujuan storyboard adalah untuk melihat apakah urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis cerita (plot) maupun sekuensnya. Di samping itu, untuk melihat apakah kesinambungan (kontinuitas) arus ceritanya sudah lancar. Stroryboard juga dapat dipergunakan sebagai momen-momen pengambilan (shots).
4. Skrip atau naskah program : Keterangan-keterangan yang didapat dari hasil eksperimen coba-coba dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk skrip atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam pembuatan program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gambar dan penuturan demi penuturan menuju tujuan perilaku belajar yang ingin dicapai. Format penulisan skrip untuk program film dan program video pada prinsipnya sama, yaitu dalam bentuk skontro atau halaman berkolom dua; sebelah kiri untuk menampilkan bentuk visualisasinya dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan suara termasuk dialog, narasi, “musik maupun efek suara. Tujuan utama suatu skrip atau naskah program adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara dalam mengendalikan penggarapan substansi materi ke dalam suatu program. Karena itu skrip yang baik akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan bila berperan yang terlibat di dalamnya.
5. Skenario : Bila di atas disebutkan bahwa skrip terutama ditujukan untuk bahan pegangan sutradara, skenario lebih merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya. Skenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam pendekatan film perpindahan umumnya bersifat ‘cut-tu-cut’ dan pengambilannya boleh meloncat-loncat dengan pengelompokkan menurut keadaan waktu, cuaca, lokasi maupun sifatnya (di dalam atau di luar gedung/studio) Berikut ini petunjuk pengambilan dasar gambar:
a.        Long shot (LS), adalah pengambilan yang memperlihatkan latar secara keseluruhan dalam segala dimensi dan perbandingannya.
b.        Medium shot (MS), adalah pengambilan yang memperlihatkan pokok sasarannya secara lebih dekat dengan mengesampingkan latar belakang maupun detail yang kurang perlu.
c.        Close up (CU), pengambilan yang memfokuskan pada subjek atau bagian tertentu. Lainnya dikesampingkan supaya perhatian terfokus.
Kadang-kadang di luar ketiga pengambilan dasar (basic shots) tersebut orang masih menambahkan dua lagi, yaitu XLS (Extreme Long Shot) dan XCU (Extreme Close Up). Sedangkan di antara LS dan CU ditambahkan dua lagi, yaitu MLS (Medium Long Shot) di antara LS dan MS, dan MCU (Medium Close Up) di antara MS dan CU. Di samping itu terdapat pula petunjuk-petunjuk gerakan kamera, seperti:
a.        Menggerakkan kamera ke kanan (pan right), ke kiri (pan left), ke atas (tilt up), ke bawah (tilt down).
b.        Mengatur pengambilan ke arah close up (zoom in), ke arah long shot (zoom out).
c.        Mendorong kamera ke arah subjek (dolly in) or (track in), dan menarik kamera menjauhi subjek (dolly out) or (track out).
d.        Kamera mengikuti ke mana perginya subjek (camera follow).
Adapun tanda-tanda penggunaan suara semuanya sama dengan yang dipergunakan dalam naskah audio. Kemudian pentahapan dari konsep skenario ini bukan merupakan keharusan. Ada yang menganggap storyboard tidak perlu sebab koreksi atas kelancaran arus cerita dalam kontinuitas akan dilaksanakan dalam proses penyuntingan (editing). Tata cara urutan atau sekuens episode biasanya sudah terikat pada garis ceritanya atau plotnya. Kadang-kadang kita juga sulit membedakan antara skrip dan skenario. Hanya terdapat tiga langkah saja dalam teknik penulisan naskah (film maupun video), yaitu sinopsis, treatment, dan skenario seperti yang dikemukakan Yusach Biran. Dalam hal ini skrip atau naskah skenario adalah keseluruhan kumpulan bahan yang tersebut di atas. Berikut ini contoh naskah film:
CONTOH SKENARIO FILM: “Peluncuran Program Media Audio Sekolah”
No
Visual
Audio
Sekuens 1 :  Di depan kompleks sekolah
1.

2.






3.




4.
CU. Bendera Merah Putih berkibar megah

ZOOM OUT perlahan..
Bergerak muncul bayang-bayang umbul-umbul dan sebagainya hingga nampak tower menara pemancar Radio (CU) , kemudian perlahan menghilang dan muncul perlahan plakat atau poster sekolah peluncuran media lalu di CU. Kembali bergerak menuju ruangan pengendali Siaran Media Audio Sekolah dan sekelilingnya.

FULL VIEW (angle lain)
Depan ruangan pengendali produksi siaran Radio yang menampilkan kemegahan teknologi, bergantian dengan Tower dan jaringan sound system radio yang terhubung ke setiap ruangan di Sekolah.

CU. Papan nama Media Audio Sekolah. ZOOM IN to CU tulisan “Radio Metamorfosis”
OS MUSIK: Lagu, ars gembira

KOMENTAR: hari ini, Rabu Tanggal 10 Maret  tahun 2012. Di tempat ini akan dibuka lembaran sejarah baru.




KOMENTAR: Sejarah baru dunia pendidikan kita



KOMENTAR:  Di depan Ruang Pengendali Siaran “Radio Metamormosis” .........
Sekuens 2 :  Tempat peluncuran – pagi
1.

2.
FULL VIEW (high angle) Media Audio Sekolah “Radio Metamorfosis”


PAN UP to FULL SHOT upacara yang telah ramai.
Dan seterusnya.......
KOMENTAR: .....akan diluncurkan media audio sekolah yang relevosioner, Radio Pendidikan yang mengusung Motto Perubahan bagi dunia remaja yang khas.....


c. Penulisan naskah media cetak
Media cetak yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah, tabloid, buletin, lembaran lepas, stiker dan poster. Teks berbasis cetakan atau media cetak menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang atau mendesain, yaitu konsistensi, format, organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.
1. Konsistensi, gunakan konsistensi format dari halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran huruf. Kemudian usahakan untuk konsisten dalam jarak spasi. Jarak antar judul dan baris pertama serta garis samping supaya sama, dan antara judul dengan teks utama. Spasi yang tidak sama sering dianggap buruk dan tidak rapih, oleh karena itu perlu diperhatikan.
2. Format, jika paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai, sebaliknya jika paragraf tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih sesuai. Isi yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual. Taktik dan strategi yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara visual.

3. Organisasi, upayakan untuk selalu menginformasikan konseli atau pembaca mengenai dimana mereka atau sejauh mana mereka dalam teks itu. Konseli harus mampu melihat sepintas atau bab berapa mereka baca. Jika memungkinkan, siapkan piranti yang memberikan orientasi kepada konseli tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan. Susunlah teks sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. Kotak-kotak dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
4. Daya tarik, perkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda. Harapannya dapat memotivasi siswa untuk membaca terus.
5. Ukuran huruf, pilihlah ukuran huruf yang sesuai dengan karakteristik klien atau konseli, pesan dan lingkungannya. Ukuran huruf biasanya dalam poin per inci. Misalnya, ukuran 24 poin perinci. Ukuran huruf yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah 12 poin. Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena membuat proses membaca jadi sulit.
6. Ruang atau spasi kosong, gunakan spasi kosong (tidak berisi teks) atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini penting untuk memberikan kesempatan pembaca untuk beristirahat pada titik-titik tertentu pada saat matanya bergerak menyusuri teks. Ruang kosong dapat berbentuk: Ruangan sekitar judul,  batas tepi (marjin) yang luas memaksa perhatian pembaca untuk masuk ke tengah halaman, spasi antar kolom, semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi di antaranya, permulaan paragraf diindentasi, penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf, sesuaikan/tambahkan spasi antar baris dan antar paragraf untuk meningkatkan tampilan dan tingkat keterbacaan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menarik perhatian pada media berbasis teks adalah warna, huruf, dan kotak. Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian pada informasi yang penting. Misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan warna merah. Selanjutnya, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring memberikan penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat pula diberi tekanan dengan menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai penuntun harus dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.

C. PRODUKSI MEDIA AUDIO DAN AUDIO VISUAL
Sebelumnya sudah disinggung bahwa naskah itu berguna untuk dijadikan penuntun dalam produksi. Naskah adalah rancangan produksi. Dengan naskah kita dipandu harus mengambil gambar, merekam suara, memadukan gambar dan suara, memasukkan musik dan FX, serta menyunting gambar dan suara itu supaya alur penyajiannya sesuai dengan naskah, menarik dan mudah diterima oleh sasaran. Semua kegiatan itu disebut kegiatan produksi. Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin produksi, kerabat kerja, dan pemain. Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang mempunyai mutu teknis yang baik.
Program produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media yang satu dengan media lainnya. Produksi audio dapat dilakukan oleh seorang sutradara dengan dibantu dua orang teknisi dan beberapa orang pemain. Dalam produksi film jumlah kerabat kerja yang diperlukan lebih banyak, kecuali kerabat kerja untuk merekam audionya sutradara perlu dibantu pula oleh juru kamera, dan grafik artis. Pada produksi TV/Video dan film jumlah kerabat kerja tersebut sudah menjadi lebih kompleks. Selain itu, juru audio dan grafik artis diperlukan juga juru kamera lebih dari seorang, juru lampu, juru rias, pengatur setting, juru perlengkapan dan juru catat. Karena kompleksnya pekerjaan, sutradara perlu dibantu oleh pembantu sutradara.

D. EVALUASI PROGRAM MEDIA
Program media apa pun yang dibuat, seperti film dan video atau media cetak serta permainan/simulasi perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara luas. Penilaian (evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah program media yang dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Hal ini penting untuk diingat dan dilakukan karena banyak orang beranggapan bahwa sekali membuat media, pasti seratus persen ditanggung berhasil baik. Anggapan itu sendiri tidaklah keliru. Hal itu karena sebagai pengembang media secara tidak langsung, telah mengajukan hipotesis bahwa media yang dibuat tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu untuk memantapkan, serta untuk keperluan standardisasi, maka hipotesis yang telah diajukan tersebut perlu dibuktikan dengan mengujicobakannya ke sasaran yang dimaksud. Adapun jenis evaluasi itu sendiri ada dua, yaitu:
1. Evaluasi formatif, adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang efektivitas dan efisiensi program media, termasuk program media bimbingan konseling. Tujuannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan program media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien.
2. Evaluasi sumatif, dalam bentuk finalnya, setelah diperbaiki dan disempurnakan, perlu dikumpulkan data. Hal itu untuk menentukan apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi tertentu, serta untuk menentukan apakah media itu benar-benar efektif seperti yang dilaporkan.
Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pendidikan akan dititikberatkan pada kegiatan evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi formatif dalam proses pengembangan media, membedakan prosedur empiris ini dari pendekatan-pendekatan filosofis dan teoritis. Efektivitas dan efisensi media yang dikembangkan tidak hanya bersifat teoritis, tetapi benar-benar telah dibuktikan di lapangan. Ada tiga tahapan evaluasi formatif, yaitu:
a. Evaluasi satu lawan satu: Evaluasi tahap ini memilih dua siswa atau lebih yang dapat mewakili populasi target dari media yang dibuat. Sajikan media tersebut kepada mereka secara individual. Kalau media itu didisain untuk belajar mandiri, biarkan siswa mempelajarinya, sementara anda mengamatinya. Kedua orang siswa yang telah dipilih tersebut, hendaknya satu orang dari populasi target yang kemampuannya sedikit di bawah rata-rata dan satu orang lagi di atas rata-rata.
b. Evaluasi kelompok kecil: Evaluasi tahap ini, media perlu dicobakan kepada 10-20 orang siswa yang dapat mewakili populasi target. Kalau media tersebut dibuat untuk siswa kelas 1 SMP, pilihlah 10-20 orang siswa dari kelas 1 SMP. Mengapa harus dalam jumlah tersebut? Hal itu disebabkan kalau kurang dari sepuluh data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan populasi target. Sebaliknya, jika lebih dari dua puluh data atau informasi yang diperoleh melebihi yang diperlukan. Akibatnya kurang bermanfaat untuk dianalisis dalam evaluasi kelompok kecil. Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini hendaknya mencerminkan karakteristik populasi. Usahakan sampel tersebut terdiri dari siswa-siswi yang kurang pandai, sedang dan pandai, laki-laki dan perempuan dengan berbagai usia dan latar belakang.
c. Evaluasi lapangan: Evaluasi lapangan adalah tahap akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan. Usahakan memperoleh situasi yang semirip mungkin dengan situasi sebenarnya. Setelah melalui dua tahap evaluasi di atas tentulah media yang dibuat sudah mendekati kesempurnaan. Namun dengan itu masih harus dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan media yang kita buat itu diuji. Pilih sekitar tiga puluh orang siswa dengan berbagai karakteristik (tingkat kepandaian, kelas, latar belakang, jenis kelamin, usia, kemajuan belajar, dan sebagainya) sesuai dengan karakteristik populasi sasaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar