PENGEMBANGAN &
PEMBUATAN PROGRAM MEDIA BIMBINGAN KONSELING ISLAM
A. PENYUSUNAN
RANCANGAN PEMBUATAN PROGRAM MEDIA
1. Pengertian
Pembuatan program media bimbingan
konseling islam hendaknya dapat dilakukan dengan persiapan dan perencanaan yang
teliti. Dalam membuat perencanaan itu ada beberapa pertanyaan yang perlu
dijawab. Pertama, mengapa ingin membuat program media? Apakah program media
tersebut ada kaitannya dengan masalah bimbingan dan konseling dan apakah ada
kaitannya dengan tujuan bimbingan dan konseling? Untuk siapa program tersebut,
anak-anak, remaja, dewasa, lansia, individu atau kelompok masyarakat? Kalau
sudah dapat menentukan siapa yang menjadi sasaran program media, maka masih
perlu dipertanyakan karakteristik sasarannya, benarkah program media tersebut
dibutuhkan? Perubahan perilaku apa yang diharapkan pada sasaran. Kemudian yang
terakhir yang perlu dipikirkan adalah materi yang perlu disajikan melalui media
itu agar perubahan yang ingin dicapai terwujud. Kemudian bagaimana urutan
materi itu disajikan?.
2. Analisis
Kebutuhan dan Karakteristik Konseli
Kebutuhan adalah kesenjangan antara
kemampuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki saat ini dengan kemampuan,
keterampilan dan sikap yang diinginkan. Jika kemampuan, keterampilan dan sikap
yang dimiliki konseli saat ini masih jauh dari harapan. Misalnya, pretasi
akademiknya masih sangat kurang atau rata-rata, keterampilan komputer dan
keahlian lainnya masih sangat minim. Begitu juga dengan sikap, bila yang
diinginkan adalah tingkat kerajinan yang tinggi, kebersihan, dan perilaku
adaptif, sedangkan kenyataannya siswa sebagai konseli masih banyak yang suka
terlambat, buang sampah sembarangan serta males datang ke perpustakaan, maka
indikasinya masih ada kesenjangan kebutuhan konseli.
3. Perumusan
Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam kehidupan. Tujuan dapat memberi arah bagi tindakan yang kita
lakukan. Tujuan juga dapat menjadi tolak ukur dari tindakan kita, apakah sudah
benar atau salah, berhasil atau tidak. Dalam proses bimbingan dan konseling
islam, tujuan adalah faktor yang sangat penting. Tujuan dapat memberi arah
kemana konseli akan pergi, bagaimana ia harus pergi, dan bagaimana ia tahu
kalau sudah sampai tujuan?. Tujuan ini merupakan pernyataan yang menunjukkan
perilaku yang harus dapat dilakukan konseli setelah mengikuti proses bimbingan
konseling tertentu. Misalnya konseli di beri gambar model individu yang rajin,
pandai dan berprestasi, maka konseli diharapkan dapat meniru gambar model yang
disajikan. Dengan tujuan seperti itu, baik konselor maupun konseli dapat
mengetahui dengan pasti perilaku apa yang harus dirubah, dan perilaku bagaimana
yang tepat setelah proses instruksional selesai. Dengan tujuan yang jelas
seperti tersebut di atas, konselor dapat menentukan materi dan teknik yang
tepat untuk disampaikan supaya tujuan tercapai. Dengan tujuan itu pula konselor
dapat menentukan alat pengukur yang tepat untuk menilai apakah konseli berhasil
mencapai tujuan atau belum. Sebuah tujuan lengkap mempunyai empat unsur yang
disebut ABCD:
(A)
Audience : Harus jelas
siapa sasarannya.
(B)
Behavior : Harus
menyatakan dengan jelas perilaku apa yang diharapkan dapat dilakukan konseli
pada akhir kegiatan.
(C)
Condition : “Tujuan harus
jelas menyebutkan dalam kondisi bagaimana konseli diharapkan menam[ilkan
kemampuan/keterampilannya.
(D)
Degree : Tujuan harus
secara jelas menyebutkan tingkat keberhasilan yang diharapkan dapat dicapai
konseli.
Contoh tujuan yang lengkap: “hampir
seluruh siswa kelas sebelas memiliki nilai akademis di atas rata-rata dan
prestasi di bidang lainnya juga meningkat. Hal ini disebabkan karena mereka
dapat belajar secara cerdas dengan cara efektif dan efisien. Kemampuan mereka
ini terbentuk setelah mereka ketika pertama kali masuk sebagai siswa baru
diberi modul serta pelatihan teknik-teknik belajar yang efektif”. Contoh tujuan
ini dianggap lengkap karena mengandung: (Audience)
seluruh siswa baru yang pernah mendapat pelatihan belajar efektif. (Behavior) dapat belajar secara cerdas
dengan cara efektif dan efisien. (Condition)
diberi modul dan pelatihan teknik-teknik belajar efektif. (Degree) prestasi akademik di atas rata-rata dan prestasi di bidang
lainnya juga meningkat.
4. Pengembangan
konsep materi
Untuk dapat mengembangkan bahan materi
yang mendukung tercapainya tujuan yang telah dirumuskan, maka harus dianalisis
lebih lanjut. Caranya adalah mengurai kembali pengetahuan, kemampuan serta
keterampilan apa saja yang harus dimiliki oleh konseli. Sehingga dengan
penguraian tersebut kita dapat menyusun konsep teoritis dari bahan yang akan
kita sajikan. Konsep materi tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
relevan dan jelas landasan teoritisnya. Semakin banyak sumber yang diperoleh
maka akan semakin mudah menyusun konsep materi yang ideal untuk program media
bimbingan konseling islam.
Setelah daftar pokok-pokok bahan
materi tersebut diperoleh, maka tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan
urutan penyajian yang logis, artinya dari yang sederhana ke yang rumit atau
dari yang konkrit ke yang abstrak. Dalam menyusun urutan penyajian ini perlu
diperhatikan adanya keterampilan atau kemampuan yang saling tergantung, artinya
suatu keterampilan atau kemampuan baru dapat dipelajari setelah kemampuan atau
keterampilan tertentu yang lain dikuasai. Maksudnya kemampuan yang satu menjadi
prasyarat untuk dapat dipelajarinya kemampuan yang lain.
5. Perumusan alat
ukur keberhasilan
Dalam program media bimbingan konseling
islam tertentu mungkin perlu untuk mengkaji apakah tujuan dapat dicapai atau
tidak pada akhir kegiatan. Untuk keperluan tersebut perlu adanya suatu alat
yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan konseli. Alat ukur
keberhasilan ini perlu dirancang dan dikembangkan secara seksama dan sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai serta sesuai dengan pokok-pokok bahan materi
yang akan disajikan. Seyogyanya dikembangkan sebelum naskah program media
ditulis atau sebelum kegiatan program media bimbingan konseling islam
dilaksanakan. Alat ukur ini dapat berupa tes, penugasan, ataupun daftar cek
penilaian yang berupa angket atau quesioner.
Hal yang diukur atau dievaluasi adalah
tingkat pengetahuan atau pemahaman, keterampilan serta kemampuan atau dapat juga
sikap konseli yang dinyatakan dalam tujuan yang diharapkan dapat dimiliki
konseli sebagai hasil kegiatan program media bimbingan konseling islam. Adapun
pelaksanaan pengukuran dilakukan setelah program media selesai dilakukan. Ada
juga yang dilakukan sebelum dan sesudah program media dilaksanakan. Untuk
beberapa kegiatan tertentu seperti pelatihan atau dinamika psikologis konseli,
seperti tingkat emosional, asertivitas, kemandirian, dan lain sebagainya
sebaiknya memang dilakukan pretest awal dengan alat ukur yang telah dibuat
tersebut, baru kemudian pasca program dites ulang dengan alat ukur yang sama.
Hal ini agar dapat diketahui dengan mudah hasil dari kegiatan program tersebut
apakah ada peningkatan atau tidak, dari sebelum mendapatkan program media bimbingan
konseling islam dengan sesudah mendapatkan program tersebut.
6. Asesmen
Perencanaan program media bimbingan
konseling juga tidak lepas dari proses asesmen. Asesmen ini tidak mutlak
dilakukan, karena tidak semua program media bimbingan konseling islam
membutuhkan proses ini, dengan lima elemen proses tersebut di atas sebenarnya
sudah cukup, tetapi jika memang diperlukan, maka tidak ada salahnya asesmen
lebih lanjut dapat dilakukan. Proses asesmen ini juga akan membantu proses
perancangan media yang tepat bagi program bimbingan konseling islam. Apalagi
permasalahan yang akan dihadapi oleh subjek atau konseli tidak hanya seputar
masalah belajar, tetapi juga permasalahan individual yang sangat kompleks, unik
dan berbeda antara satu konseli dengan konseli lainnya. Oleh sebab itu asesmen
sangat dianjurkan. Proses asesmen dapat memberikan
keuntungan dalam perancangan program media bimbingan konseling. Keuntungan ini
berkaitan dengan fungsinya, selain dapat memberikan pendekatan yang sistematik
untuk memperoleh dan mengorganisasi informasi yang relevan tentang
konseli/klien, juga mengidentifikasi peristiwa-peristiwa apa yang memberi
kontribusi pada timbulnya masalah konseli/klien.
B.
PENULISAN NASKAH
1.
Pengertian
Dalam tahap ini pokok-pokok materi perlu diuraikan
lebih lanjut untuk kemudian disajikan kepada seluruh konseli. Penyajian ini
dapat disampaikan melalui media yang sesuai atau yang dipilih. Supaya materi
tersebut dapat disampaikan melalui media itu, meteri tersebut perlu dituangkan
dalam tulisan dan atau gambar yang kita sebut naskah program media. Naskah
program media bermacam-macam. Tiap-tiap jenis mempunyai bentuk naskah yang
berbeda. Tetapi pada dasarnya, maksud dalam naskah tersebut sama yaitu sebagai
penuntun ketika kita memproduksi program media itu. Artinya, naskah tersebut
menjadi penuntun kita dalam mengambil gambar dan merekam suara. Naskah ini
berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera serta bunyi dan
suara yang harus direkam.
Pada
umumnya, lembaran naskah dibagi menjadi dua kolom. Pada naskah media audio
(radio dan kaset atau compact disc)
kolom sebelah kiri merupakan seperempat bagian halaman dan pada kolom ini
dituliskan nama pelaku, dan jenis suara yang harus direkam. Pada naskah film,
dan video/tv lembaran naskah itu dibagi dua sama lebar. Kolom sebelah kiri
dicantumkan urutan gambar yang harus diambil kamera serta penjelasan tentang
sudut pengambilan gambar itu. Pada kolom sebelah kiri itu akan dapat dibaca
apakah gambar harus diambil dalam close
up, medium shot, long shot, dan sebagainya. Kalau gambar
harus diambil dari kiri bergerak ke kanan, atau dari jauh mendekat, dan
sebaliknya, hal-hal seperti itu dijelaskan juga dikolom sebelah kiri. Di kolom
sebelah kanan dituliskan narasi atau percakapan yang harus dibaca para pelaku,
serta musik dan suara-suara yang harus direkam. Dalam menulis naskah semua
informasi yang tidak akan disuarakan oleh pelaku harus ditulis dengan huruf
besar sementara itu, narasi dan percakapan yang akan dibaca oleh pelaku ditulis
dengan huruf kecil.
2.
Treatment
Sebelum
naskah ditulis, kita harus menuliskan treatment-nya
dulu. Treatment adalah uraian
berbentuk esai yang menggambarkan alur penyajian program. Dengan membaca treatment kita akan dapat mempunyai
gambaran tentang urutan visual yang akan nampak pada media serta narasi atau
percakapan yang akan menyertai gambar itu. Bila musik dan efek suara akan
digunakan, hal tersebut akan tergambar juga dalam treatment ini. Sebuah treatment
yang baik selain memberi gambaran tentang urutan adegan juga memberikan
gambaran suasana dari program media itu. Treatment
ini biasanya digunakan oleh penulis naskah dalam mencari kesesuaian pendapat
mengenai alur penyajian program media yang akan diproduksi. Jika treatment disetujui, maka digunakan
sebagai pedoman dalam pengembangan naskah selanjutnya.
Contoh: “Program diawali dengan
munculnya seorang konseli yang sedang memegang kamera. Dari jauh ia kelihatan
sedang mengamati kamera itu; nampaknya sedang mencari-cari sesuatu. Setelah di zoom in
ke medium shot nampak jelas bahwa ia
sedang mencari-cari bagaimana cara membuka kamera itu untuk mengisi filmnya.
Pada saat ia menemukan kunci pembuka itu dan penutup kamera sudah mulai
terbuka, gambar di close up pada
tangan dan kamera itu”. Gambar ditahan dan
disuper-impose dengan grafis yang berbunyi “Bagaimana memasang film?”
Gambar ditahan terus sehingga credit
title habis. Dari awal sampai credit
title habis musik mengiringi sebagai latar belakang.
3.
Penulisan Naskah
a.
Penulisan Naskah Audio
Media
audio adalah sebuah media yang mangandalkan bunyi dan suara untuk menyampaikan
informasi dan pesan. Program audio dapat menjadi indah dan menarik karena
program ini dapat menimbulkan daya fantasi pada pendengarnya. Karena itu, suatu
program audio akan sangat efektif bila dengan menggunakan bunyi dan suara dapat
merangsang pendengar berimajinasi sehingga dapat memvisualkan pesan-pesan yang
ingin kita sampaikan. Berikut ini yang perlu kita ikuti bila menulis naskah
media audio.
1).
Bahasa : Bahasa yang digunakan dalam media
audio adalah bahasa percakapan, bukan bahasa tulis. Kalimat-kalimat yang
digunakan sedapat mungkin kalimat tunggal. Gunakan kalimat-kalimat yang pendek
karena yang panjang sulit ditangkap telinga. Sedapat mungkin menghindari
istilah-istilah sulit. Jika terpaksa, istilah itu perlu diberi penjelasan.
Siswa mendengar kata yang tidak diketahui cenderung untuk memikirkannya terus,
akibatnya kehilangan konsentrasi dalam memdengarkan. Dianjurkan untuk
menggunakan bahasa yang sesuai bahasa sehari-hari pendengar karena lebih menarik
dan mudah ditangkap, meskipun kadang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa
Indonesia yang benar.
2).
Musik dalam program audio : Program audio
hanya mengandalkan bunyi dan suara saja. Agar pendengar tidak bosan
mendengarkan dan tidak terasa kering, kita perlu menggunakan musik. Fungsi
musik yang utama ialah menciptakan suasana. Karena itu, musik perlu dipilih
dengan hati-hati. Bila program bersuasana gembira, jangan diiringi musik yang
sedih karena akan terasa janggal. Berikut ini jenis musik yang digunakan:
a)
Musik tema,
adalah musik yang menggambarkan watak atau situasi sesuatu program. Musik tema
seringkali diulang-ulang dalam suatu program. Setiap kali watak atau situasi
yang diinginkan itu ingin ditonjolkan musik tema itu diperdengarkan. Musik tema
dapat digunakan sebagai musik pengenal studio, musik pengenal program, atau
musik pengenal tokoh dalam suatu cerita bersambung. Musik pengenal studio biasanya digunakan setiap
kali studio itu mulai mengudara dan pada saat penutupan acara, sebelum hilang
dari udara. Musik pengenal program digunakan pada awal dan pada akhir suatu
program serial. Jadi, setiap kali mendengar musik itu kita akan mengetahui
bahwa program itu sudah dimulai atau diakhiri. Bila musik tema untuki pengenal
tokoh, maka setiap tokoh itu tampil tentu diawali musik itu.
b)
Musik transisi,
musik digunakan sebagai penghubung dua adegan. Musik ini tidak perlu panjang, 10
s/d 20 menit. Musik transisi ini harus sesuai dengan suasana rata-rata dari
program. Seringkali pembuat program yang juga menggunakan musik tema sebagai
musik transisi.
c)
Musik jembatan (bridge), musik ini merupakan bentuk
khusus dari musik transisi, yaitu berfungsi menjebatani dua buah adegan. Musik
ini digunakan bila suasana adegan terdahulu berbeda dengan adegan yang
mengikutinya. Kalau suasana adegan terdahulu adalah suasana sedih sedangkan
suasana berikutnya gembira, musik jembatan ini harus diawali dan diakhiri dengan
suasana gembira.
d)
Musik latar belakang,
musik ini digunakan untuk mengiringi pembacaan teks atau percakapan. Maksudnya
supaya teks dapat lebih meresap kehati pendengar, karena musik ini dapat
memberikan variasi, memberi tekanan dan menciptakan suasana. Bila kita
menggunakan musik latar belakang atau musik pengiring, musik itu harus dipilih
yang betul-betul sesuai dengan suasana yang ingin diciptakan. Musik pengiring
biasanya musik instrumentalia. Musik pengiring tidak boleh terlalu keras,
terlalu lemah, ataupun berubah-ubah dari lemah ke keras.
e)
Musik smash,
adalah musik yang digunakan untuk membuat kejutan atau tekanan. Musik ini
digunakan dengan singkat tetapi pada saat yang tepat. Tidak baik apabila kita
menggunakan musik smash terlalu sering.
Beberapa istilah yang sering
digunakan dalam naskah audio:
1)
ANNAOUNCER (ANN)
– penyair yang bertugas memberitahu bahwa sesuatu acara atau sesuatu program
akan disampaikan.
2)
NARRATOR (NAR)-
hampir sama dengan penyiar/announcer,
bedanya apa yang dibaca narrator ini sudah memasuki materi program. Ia mungkin
akan menginformasikan tentang pokok bahasan serta tujuan yang akan dicapai
dalam program. Narrator sering kali ditugaskan menghubungkan adegan satu dengan
adegan lainnya. Menunjukkan kepada sutradara bahwa di baris itu harus
diselipkan musik.
3)
SOUND EFFECT (FX)-
suara-suara yang akan dimaksudkan ke dalam program untuk mendukung teciptanya
suasana atau situasi tertentu. FX juga digunakan untuk menunjukkan setting. Misalnya,
bunyi kambing mengembik dan ayam berkotek, menunjukkan bahwa adegan itu terjadi
di pedesaan di dekat kandang kambing dan ayam.
4)
FADE IN- petunjuk bagi
sutradara dan pemain/pelaku bahwa harus diciptakan situasi seolah-olah ada
orang datang mendekat. Caranya pelaku harus membaca teks dengan menggerakkan
mulutnya, mula-mula jauh dari mike.
5)
FADE OUT- kebalikan
dari fade in. Harus diciptakan situasi seolah-olah ada orang yang pergi
menjauh. Caranya pelaku harus membaca teks sambil menggerakkan mulutnya
menjauhi mike.
6)
OFF MIKE- harus
diciptakan situasi seolah-olah ada orang berbicara dari jauh. Caranya pelaku
harus membaca teksnya dengan menjauhkan mulutnya dari mike.
7)
CROSS FADE-
dua bunyi yang berpapasan. Yang berpapasan dapat musik dengan musik, dapat juga
musik dengan FX. Pada saat bunyi pertama diperlemah bunyi kedua musik dengan
lemah. Bunyi pertama makin melemah, bunyi kedua makin menguat, sehingga pada
saat bunyi pertama hilang yang terdengar tinggal bunyi kedua saja.
8)
MUSIK- IN-UP-DOWN-OUT,
musik dimasukkan dengan lemah, suara diperkuat, kemudian turun lagi, akhirnya
hilang dengan halus.
9)
MUSIK- IN-UP-UNDER,
setelah musik diperlemah ditahan terus untuk melatar-belakangi adegan
10)
MUSIK – (Background, Smash, Tema, Transisi, dan
Jembatan).
Contoh format naskah audio:
No
|
Pemain
/ Jenis Suara
|
Teks
/ Suara
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
MUSIK
TEJO
SURTI
TEJO
SURTI
TEJO
FX
TEJO
Dan Seterusnya
|
IN – UP – DOWN – OUT
Hem, panas benar hari ini. Sebaiknya, kubka saja
bajuku. Sur........Surti............
(OFF MIKE). Ada apa sih? (FADE IN)
Datang-datang, teriak-teriak kayak manggil orang tuli saja!
Udaranya sangat panas. Saya haus sekali. Mana
minumku.
Kan sudah saya sediakan di atas meja.
Oh iya.
TUTUP GELAS BERGESER DARI GELAS, SUARA ORANG
MINUM.
Wah , segar sekali minumannya.
|
Keterangan:
Pada potongan
naskah di atas kata (OFF MIKE) memberi petunjuk kepada Surti bahwa waktu
mengucapkan: “Ada apa sih” Surti harus manjauhkan mulutnya dari mike. Dengan
demikian akan diperoleh kesan bahwa surti ada ditempat yang berjauhan dari
Tejo. Kata (Fade In) pada baris ke-12 itu juga, dimaksudkan supaya Surti waktu
mengucapakan kalimat “datang-datang,...” menggerakkan mulutnya, mula-mula jauh
dari mike makin lama makin mendekat. Dengan demikian akan timbul kesan
seolah-olah Surti berjalan mendekati Tejo.
b.
Penulisan naskah film/video
Penulisan
naskah secara teoritis merupakan komponen dari pengembangan media. Secara
praktis merupakan bagian dari serangkaian kegiatan produksi media melalui
tahap-tahap perencanaan dan desain, pengembangan, serta evaluasi. Penulisan
naskah film maupun video juga dimulai dengan identifikasi topik atau gagasan.
Konsep gagasan, topik, maupun tujuan yang khusus kemudian dikembangkan menjadi
naskah dan diproduksi menjadi program film atau video. Dalam praktek, rangkaian
kegiatan untuk mewujudkan gagasan menjadi program film atau video ini secara
bertahap dilakukan melalui pembuatan sinopsis, treatment, storyboard atau perangkat gambar cerita, skrip atau
naskah program dan skenario atau naskah produksi. Di bawah ini kita bahas satu
per satu tahap-tahap kegiatan penulisan naskah.
1.
Sinopsis : Dalam praktik, sinopsis diperlukan
untuk memberikan gambaran secara ringkas dan padat tentang tema atau pokok
materi yang akan digarap. Tujuan utamanya adalah mempermudah pemesan menangkap
konsepnya, mempertimbangkan kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin
dicapainya, dan menentukan persetujuannya.
2.
Treatment :
Agak berbeda dengan sinopsis, treatment
mencoba memberikan uraian ringkas secara deskriptif (bukan tematis) tentang
bagaimana suatu episode cerita atau rangkaian peristiwa nantinya akan digarap
sebagai ilustrasi pembanding, di bawah ini akan dapat anda ikuti beda antara
suatu sinopsis dan treatment yang
dikembangkan dari tema yang sama, yaitu “terdampar di pulau karang”.
Sinopsis:
“episode menggambarkan kecelakaan kapal ‘impian’. Dua orang, kakek dan cucu
berhasil menyelamatkan diri ke pantai pulau karang”.
Treatment:
Cerita diawali dengan fajar menyingsing di ufuk timur sebuah pulau karang yang
sepi dan gersang. Di kejauhan masih tampak samar-samar bangkai kapal “impian”
yang terdampar. Dua sosok tubuh kelihatan bergelantungan pada sebilah papan
yang terapung-apung tidak jauh dari tampat kejadian. Dengan susah payah mereka
mulai berenang-renang menempuh gelombang dan berjalan tersuruk-suruk menuju
pantai pulau karang yang gersang diiringi gemericiknya riak gelombang air laut
yang kini telah mulai reda, dan seterusnya”.
3.
Stroryboard
: Rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment tersebut kemudian divisualkan dalam perangkat gambar atau
sketsa sederhana pada kartu berukuran lebih kurang 8x12 cm. Tujuan storyboard adalah untuk melihat apakah
urutan peristiwa yang akan divisualkan telah sesuai dengan garis cerita (plot) maupun sekuensnya. Di samping itu,
untuk melihat apakah kesinambungan (kontinuitas) arus ceritanya sudah lancar. Stroryboard juga dapat dipergunakan
sebagai momen-momen pengambilan (shots).
4.
Skrip atau naskah program : Keterangan-keterangan
yang didapat dari hasil eksperimen coba-coba dengan storyboard tersebut kemudian dituangkan dalam bentuk skrip atau
naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar. Dalam pembuatan
program film maupun video, skrip atau naskah program merupakan daftar rangkaian
peristiwa yang akan dipaparkan gambar demi gambar dan penuturan demi penuturan
menuju tujuan perilaku belajar yang ingin dicapai. Format penulisan skrip untuk
program film dan program video pada prinsipnya sama, yaitu dalam bentuk skontro
atau halaman berkolom dua; sebelah kiri untuk menampilkan bentuk visualisasinya
dan sebelah kanan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan suara termasuk dialog,
narasi, “musik maupun efek suara. Tujuan utama suatu skrip atau naskah program
adalah sebagai peta atau bahan pedoman bagi sutradara dalam mengendalikan
penggarapan substansi materi ke dalam suatu program. Karena itu skrip yang baik
akan dilengkapi dengan tujuan, sasaran, sinopsis, treatment, dan bila berperan yang terlibat di dalamnya.
5.
Skenario : Bila di atas disebutkan bahwa skrip
terutama ditujukan untuk bahan pegangan sutradara, skenario lebih merupakan
petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksi atau pembuatan programnya.
Skenario sangat bermanfaat bagi teknisi dan kerabat produksi yang akan
melaksanakannya dengan tanggung jawab teknis operasional. Dalam pendekatan film
perpindahan umumnya bersifat ‘cut-tu-cut’
dan pengambilannya boleh meloncat-loncat dengan pengelompokkan menurut keadaan
waktu, cuaca, lokasi maupun sifatnya (di dalam atau di luar gedung/studio)
Berikut ini petunjuk pengambilan dasar gambar:
a.
Long shot
(LS), adalah pengambilan yang memperlihatkan latar secara keseluruhan dalam
segala dimensi dan perbandingannya.
b.
Medium shot (MS),
adalah pengambilan yang memperlihatkan pokok sasarannya secara lebih dekat
dengan mengesampingkan latar belakang maupun detail yang kurang perlu.
c.
Close up (CU),
pengambilan yang memfokuskan pada subjek atau bagian tertentu. Lainnya
dikesampingkan supaya perhatian terfokus.
Kadang-kadang
di luar ketiga pengambilan dasar (basic
shots) tersebut orang masih menambahkan dua lagi, yaitu XLS (Extreme Long Shot) dan XCU (Extreme Close Up). Sedangkan di antara
LS dan CU ditambahkan dua lagi, yaitu MLS (Medium
Long Shot) di antara LS dan MS, dan MCU (Medium Close Up) di antara MS dan CU. Di samping itu terdapat pula
petunjuk-petunjuk gerakan kamera, seperti:
a.
Menggerakkan
kamera ke kanan (pan right), ke kiri
(pan left), ke atas (tilt up), ke bawah (tilt down).
b.
Mengatur
pengambilan ke arah close up (zoom in),
ke arah long shot (zoom out).
c.
Mendorong
kamera ke arah subjek (dolly in) or
(track in), dan menarik kamera menjauhi subjek (dolly out) or (track out).
d.
Kamera
mengikuti ke mana perginya subjek (camera
follow).
Adapun
tanda-tanda penggunaan suara semuanya sama dengan yang dipergunakan dalam
naskah audio. Kemudian pentahapan dari konsep skenario ini bukan merupakan
keharusan. Ada yang menganggap storyboard
tidak perlu sebab koreksi atas kelancaran arus cerita dalam kontinuitas
akan dilaksanakan dalam proses penyuntingan (editing). Tata cara urutan atau sekuens episode biasanya sudah
terikat pada garis ceritanya atau plotnya. Kadang-kadang kita juga sulit membedakan
antara skrip dan skenario. Hanya terdapat tiga langkah saja dalam teknik
penulisan naskah (film maupun video), yaitu sinopsis, treatment, dan skenario
seperti yang dikemukakan Yusach Biran. Dalam hal ini skrip atau naskah skenario
adalah keseluruhan kumpulan bahan yang tersebut di atas. Berikut ini contoh
naskah film:
CONTOH
SKENARIO FILM: “Peluncuran Program Media Audio Sekolah”
No
|
Visual
|
Audio
|
Sekuens 1 :
Di depan kompleks sekolah
|
||
1.
2.
3.
4.
|
CU. Bendera Merah Putih berkibar megah
ZOOM OUT perlahan..
Bergerak muncul bayang-bayang umbul-umbul dan
sebagainya hingga nampak tower menara pemancar Radio (CU) , kemudian perlahan
menghilang dan muncul perlahan plakat atau poster sekolah peluncuran media
lalu di CU. Kembali bergerak menuju ruangan pengendali Siaran Media Audio
Sekolah dan sekelilingnya.
FULL VIEW (angle lain)
Depan ruangan pengendali produksi siaran Radio
yang menampilkan kemegahan teknologi, bergantian dengan Tower dan jaringan
sound system radio yang terhubung ke setiap ruangan di Sekolah.
CU. Papan nama Media Audio Sekolah. ZOOM IN to
CU tulisan “Radio Metamorfosis”
|
OS MUSIK: Lagu, ars gembira
KOMENTAR: hari ini, Rabu Tanggal 10 Maret tahun 2012. Di tempat ini akan dibuka
lembaran sejarah baru.
KOMENTAR: Sejarah baru dunia pendidikan kita
KOMENTAR:
Di depan Ruang Pengendali Siaran “Radio Metamormosis” .........
|
Sekuens 2 :
Tempat peluncuran – pagi
|
||
1.
2.
|
FULL VIEW (high angle) Media Audio Sekolah
“Radio Metamorfosis”
PAN UP to FULL SHOT upacara yang telah ramai.
Dan seterusnya.......
|
KOMENTAR: .....akan diluncurkan media audio
sekolah yang relevosioner, Radio Pendidikan yang mengusung Motto Perubahan
bagi dunia remaja yang khas.....
|
c.
Penulisan naskah media cetak
Media cetak
yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah,
tabloid, buletin, lembaran lepas, stiker dan poster. Teks berbasis cetakan atau
media cetak menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang
atau mendesain, yaitu konsistensi, format, organisasi, daya tarik, ukuran
huruf, dan penggunaan spasi kosong.
1.
Konsistensi, gunakan konsistensi format dari
halaman ke halaman. Usahakan agar tidak menggabungkan cetakan huruf dan ukuran
huruf. Kemudian usahakan untuk konsisten dalam jarak spasi. Jarak antar judul
dan baris pertama serta garis samping supaya sama, dan antara judul dengan teks
utama. Spasi yang tidak sama sering dianggap buruk dan tidak rapih, oleh karena
itu perlu diperhatikan.
2.
Format,
jika paragraf panjang sering digunakan, wajah satu kolom lebih sesuai,
sebaliknya jika paragraf tulisan pendek-pendek, wajah dua kolom akan lebih
sesuai. Isi yang berbeda supaya dipisahkan dan dilabel secara visual. Taktik
dan strategi yang berbeda sebaiknya dipisahkan dan dilabel secara visual.
3.
Organisasi, upayakan untuk selalu
menginformasikan konseli atau pembaca mengenai dimana mereka atau sejauh mana
mereka dalam teks itu. Konseli harus mampu melihat sepintas atau bab berapa
mereka baca. Jika memungkinkan, siapkan piranti yang memberikan orientasi
kepada konseli tentang posisinya dalam teks secara keseluruhan. Susunlah teks
sedemikian rupa sehingga informasi mudah diperoleh. Kotak-kotak dapat digunakan
untuk memisahkan bagian-bagian dari teks.
4.
Daya tarik,
perkenalkan setiap bab atau bagian baru dengan cara yang berbeda. Harapannya
dapat memotivasi siswa untuk membaca terus.
5.
Ukuran huruf, pilihlah ukuran huruf yang
sesuai dengan karakteristik klien atau konseli, pesan dan lingkungannya. Ukuran
huruf biasanya dalam poin per inci. Misalnya, ukuran 24 poin perinci. Ukuran
huruf yang baik untuk teks (buku teks atau buku penuntun) adalah 12 poin.
Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks karena membuat proses
membaca jadi sulit.
6.
Ruang atau spasi kosong, gunakan spasi kosong
(tidak berisi teks) atau gambar untuk menambah kontras. Hal ini penting untuk
memberikan kesempatan pembaca untuk beristirahat pada titik-titik tertentu pada
saat matanya bergerak menyusuri teks. Ruang kosong dapat berbentuk: Ruangan
sekitar judul, batas tepi (marjin) yang
luas memaksa perhatian pembaca untuk masuk ke tengah halaman, spasi antar
kolom, semakin lebar kolomnya, semakin luas spasi di antaranya, permulaan
paragraf diindentasi, penyesuaian spasi antar baris atau antar paragraf, sesuaikan/tambahkan
spasi antar baris dan antar paragraf untuk meningkatkan tampilan dan tingkat
keterbacaan.
Beberapa cara
yang digunakan untuk menarik perhatian pada media berbasis teks adalah warna,
huruf, dan kotak. Warna digunakan sebagai alat penuntun dan penarik perhatian
pada informasi yang penting. Misalnya kata kunci dapat diberi tekanan dengan
warna merah. Selanjutnya, huruf yang dicetak tebal atau dicetak miring
memberikan penekanan pada kata-kata kunci atau judul. Informasi penting dapat
pula diberi tekanan dengan menggunakan kotak. Penggunaan garis bawah sebagai
penuntun harus dihindari karena membuat kata itu sulit dibaca.
C.
PRODUKSI MEDIA AUDIO DAN AUDIO VISUAL
Sebelumnya
sudah disinggung bahwa naskah itu berguna untuk dijadikan penuntun dalam produksi.
Naskah adalah rancangan produksi. Dengan naskah kita dipandu harus mengambil
gambar, merekam suara, memadukan gambar dan suara, memasukkan musik dan FX,
serta menyunting gambar dan suara itu supaya alur penyajiannya sesuai dengan
naskah, menarik dan mudah diterima oleh sasaran. Semua kegiatan itu disebut
kegiatan produksi. Kegiatan produksi ini memiliki tiga kelompok personil yang
terlibat, yaitu sutradara atau pemimpin produksi, kerabat kerja, dan pemain.
Ketiga kelompok personil itu mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda
namun semuanya menuju satu tujuan yaitu menghasilkan program media yang
mempunyai mutu teknis yang baik.
Program
produksi memiliki tingkat kerumitan yang berbeda antara media yang satu dengan
media lainnya. Produksi audio dapat dilakukan oleh seorang sutradara dengan
dibantu dua orang teknisi dan beberapa orang pemain. Dalam produksi film jumlah
kerabat kerja yang diperlukan lebih banyak, kecuali kerabat kerja untuk merekam
audionya sutradara perlu dibantu pula oleh juru kamera, dan grafik artis. Pada
produksi TV/Video dan film jumlah kerabat kerja tersebut sudah menjadi lebih
kompleks. Selain itu, juru audio dan grafik artis diperlukan juga juru kamera
lebih dari seorang, juru lampu, juru rias, pengatur setting, juru perlengkapan dan juru catat. Karena kompleksnya
pekerjaan, sutradara perlu dibantu oleh pembantu sutradara.
D.
EVALUASI PROGRAM MEDIA
Program media
apa pun yang dibuat, seperti film dan video atau media cetak serta
permainan/simulasi perlu dinilai terlebih dahulu sebelum dipakai secara luas.
Penilaian (evaluasi) ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah program media yang
dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak.
Hal ini penting untuk diingat dan dilakukan karena banyak orang beranggapan
bahwa sekali membuat media, pasti seratus persen ditanggung berhasil baik.
Anggapan itu sendiri tidaklah keliru. Hal itu karena sebagai pengembang media
secara tidak langsung, telah mengajukan hipotesis bahwa media yang dibuat
tersebut dapat memberikan hasil yang lebih baik. Oleh sebab itu untuk
memantapkan, serta untuk keperluan standardisasi, maka hipotesis yang telah
diajukan tersebut perlu dibuktikan dengan mengujicobakannya ke sasaran yang
dimaksud. Adapun jenis evaluasi itu sendiri ada dua, yaitu:
1.
Evaluasi formatif, adalah proses yang dimaksudkan
untuk mengumpulkan data tentang efektivitas dan efisiensi program media,
termasuk program media bimbingan konseling. Tujuannya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan
menyempurnakan program media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien.
2.
Evaluasi sumatif, dalam bentuk finalnya, setelah
diperbaiki dan disempurnakan, perlu dikumpulkan data. Hal itu untuk menentukan
apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi tertentu, serta untuk
menentukan apakah media itu benar-benar efektif seperti yang dilaporkan.
Kegiatan
evaluasi dalam program pengembangan media pendidikan akan dititikberatkan pada
kegiatan evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi formatif dalam proses
pengembangan media, membedakan prosedur empiris ini dari pendekatan-pendekatan
filosofis dan teoritis. Efektivitas dan efisensi media yang dikembangkan tidak
hanya bersifat teoritis, tetapi benar-benar telah dibuktikan di lapangan. Ada
tiga tahapan evaluasi formatif, yaitu:
a.
Evaluasi satu lawan satu: Evaluasi tahap ini memilih
dua siswa atau lebih yang dapat mewakili populasi target dari media yang
dibuat. Sajikan media tersebut kepada mereka secara individual. Kalau media itu
didisain untuk belajar mandiri, biarkan siswa mempelajarinya, sementara anda
mengamatinya. Kedua orang siswa yang telah dipilih tersebut, hendaknya satu
orang dari populasi target yang kemampuannya sedikit di bawah rata-rata dan
satu orang lagi di atas rata-rata.
b.
Evaluasi kelompok kecil: Evaluasi tahap ini,
media perlu dicobakan kepada 10-20 orang siswa yang dapat mewakili populasi
target. Kalau media tersebut dibuat untuk siswa kelas 1 SMP, pilihlah 10-20
orang siswa dari kelas 1 SMP. Mengapa harus dalam jumlah tersebut? Hal itu
disebabkan kalau kurang dari sepuluh data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan
populasi target. Sebaliknya, jika lebih dari dua puluh data atau informasi yang
diperoleh melebihi yang diperlukan. Akibatnya kurang bermanfaat untuk
dianalisis dalam evaluasi kelompok kecil. Siswa yang dipilih dalam kegiatan ini
hendaknya mencerminkan karakteristik populasi. Usahakan sampel tersebut terdiri
dari siswa-siswi yang kurang pandai, sedang dan pandai, laki-laki dan perempuan
dengan berbagai usia dan latar belakang.
c.
Evaluasi lapangan: Evaluasi lapangan adalah tahap
akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan. Usahakan memperoleh situasi
yang semirip mungkin dengan situasi sebenarnya. Setelah melalui dua tahap
evaluasi di atas tentulah media yang dibuat sudah mendekati kesempurnaan. Namun
dengan itu masih harus dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan
media yang kita buat itu diuji. Pilih sekitar tiga puluh orang siswa dengan
berbagai karakteristik (tingkat kepandaian, kelas, latar belakang, jenis
kelamin, usia, kemajuan belajar, dan sebagainya) sesuai dengan karakteristik
populasi sasaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar